Yang dimaksud Hak-Hak Pasangan hidup Atas Suami dalam hal ini merupakan hak-hak yang bersifat materi, seperti mahar dan nafkah, ataupun hak yang bersifat non-materi. Di masa hak-hak tersebut adalah sebagai berikut.
one Hak Mendapat Pergaulan Yang Baik Untuk Suami.
Maksudnya ialah seorang suami berkewajiban mempergauli istrinya dengan baik, tidak menyakitinya, dan tidak menunda-nunda memberi haknya padahal mampu, serta berkewajiban menampakkan kegembiraan, keceriaan, dan ketertarikan di dalam hadapannya.
Landasan utama hak ini adalah firman Allah Subhanahu wata? ala:
??????????????????????????????
? Lalu bergaullah dengan mereka secara patut.?[1]
Demikian pula, firman-Nya:
????????????????????????????????????????????????
? Dan para pasangan hidup itu mempunyai hak yang seimbang oleh kewajiban mereka berdasarkan cara yang moving average? ruf.?[2]
Nabi Shallallahu? alaihi wasallam bersabda,
?????????????????????????????????????????????????????????
? Orang terbagus dari kalian merupakan yang paling benar kepada keluarganya, kemudian aku adalah orang terbaik di masa kalian dalam berbuat baik kepada family.?[3]
Perlakuan lalu pergaulan yang benar adalah istilah yang universal yang jadi pangkal seluruh hak-istri yang lain. Hak-hak istri yang jadi kami sebutkan sesudahnya hanyalah bagian dari perlakuan dan pergaulan yang baik indonesia. Kami menyebutkannya selakuala, menurut, terpisah di sini agar lebih diperhatikan. Di antara pergaulan yang baik ini adalah sebagai beserta.
installment payments on your Mendapat Nafkah \ Yang Mother? ruf.
Maksud nafkah di sini adalah apa saja yg dinafkahkan oleh suami untuk istri kemudian anak-anaknya, berupa makanan, pakaian, tempat perlu, dan sebagainya. Adalah suami wajib menafkahi istrinya beralaskan al-Qur? an, as-Sunnah, ijma?, dan logika.[4]
Dasarnya Dari Al-Qur? an, Antara Lain:
one particular. Firman Allah Subhanahu wata? ala:
????????? ???????????????????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????
? Hendaklah orang yang kelapangan harta memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah bukan memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar yang Allah berikan kepadanya.?[5]
second . Firman Allah Subhanahu wata? ala:
????????????????????????????????????????????????????????????????
? Kemudian kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yg ma? ruf.?[1]
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata,? Artinya, wajib bagi ayah dans le cas où anak untuk menyediakan nafkah dan pakaian kepada ibu si anak dengan panduan yang ma? ruf, sebagaimana yang normal berlaku di kalangan mereka, tanpa bersikap berlebih-lebihan maupun menyepelekan, sesuai dengan kemampuannya saat memiliki harta yang banyak, tengah, atau pun sedikit.?
Dasarnya Dari as-Sunnah:
Hadits Jabir radhiallahu? anhu mengenai orde cara haji Nabi Shallallahu ? alaihi wasallam. Di dalamnya diterangkan bahwa Nabi Shallallahu? alaihi wasallam bersabda,
??????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????? ???????????????????????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????
? Bertakwalah kalian pada masalah perempuan. Sebab, mereka itu ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah. fikroh.com halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Jahve. Oleh karena tersebut, mereka memiliki hak atas kalian bagi mendapat nafkah dan pakaian dengan cara dalam ma? ruf.?[2]
3. Hadits Mu? awiyah al-Qusyairi radhiallahu? anhu, dia berkata,? Aku berkata pada Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam,? Wahai Rasulullah, apa hak pasangan hidup atas suaminya?? Beliau Shallallahu? alaihi wasallam menjawab,
??????????? ???????????????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????????????????????
? Anda memberinya makan jika kalian makan, kamu memberinya pakaian jika kalian berpakaian, kamu jangan memukul wajahnya, jangan mencaci makinya, lalu jangan meninggalkannya kecuali di dalam dalam rumah.?[3]
4. Hadits Aisyah radhiallahu? anha bahwa Hindun binti? Utbah radhiallahu? anha berkata,? Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan laki-laki yang pelit. Dia tidak memberikan nafkah kepadaku kemudian anakku kecuali andai aku mengambilnya sendiri tanpa sepengetahuannya.? Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam pun bersabda,
?????????????????????????????????????????
? Ambillah dari hartanya sekedar apa yang memenuhi dirimu dan anakmu.?[4]
Beralaskan ijma?, maka banyak ulama yang menyebutkan kesepakatan mereka tentang wajibnya suami --jika dia telah balig-- menyediakan nafkah kepada istrinya, kecuali istri yg melakukan nusyuz.
Beralaskan Logika, adalah mengingatkan bahwa seorang pasangan hidup terikat dengan suaminya sehingga dia bukan bisa beraktifitas dan bekerja untuk mendapatkan harta bagi dirinya sendiri karena disyaratkan fokus melaksanakan kewajibannya kepada suami, hingga adalah logis bila suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri.
Faktor Penyebab Suami Wajib Memberi Nafkah
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa faktor yang menyebabkan suami wajib memberi nafkah kepada istri adalah dikarenakan istri terikat dgn suami. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa sebabnya adalah dikarenakan statusnya menjadi adalah istri.[1]
Syarat-Syarat Wajib Memberi Nafkah
Jumhur ulama telah menentukan sejumlah syarat agar kewajiban memberi nafkah berlaku pada diri suami, baugs sebelum terjadinya persetubuhan dengan istri juga sesudahnya.[2]
Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sebelum Terjadi Persetubuhan
one. Hendaknya istri memberikan suami kesempatan bagi bersetubuh dengannya, ialah setelah terjadi akad nikah, istri mengajak suami buat bersetubuh dengannya. Jika istri tidak melakukan sesuatu itu atau justru menolaknya tanpa dasar yang dibenarkan, maka suami tidak berkewajiban memberinya nafkah.
2. Hendaknya istri mampu berhubungan seksual, ialah hendaknya dia bukan anak kecil, atau ada sesuatu pada dirinya yang membuatnya tidak bisa bersinggungan seksual.
3. Bakalnya pernikahan mereka merupakan pernikahan yang sah. Jika pernikahan mereka pernikahan yang fasid (rusak), maka suami tidak berkewajiban memberikan nafkah kepada pasangan hidup, dan tidak kelihatannya pula menganggap istri telah terikat dengan suami karena dgn rusaknya pernikahan ini tamkin istri (kesempatan yang diberikan istri kepada suami untuk bersetubuh dengannya) jadi tidak sah, kemudian suami tidak mempunyai hak mendapatkan apa yg menjadi imbalan yang tamkin tersebut menurut kesepakatan ulama.
Syarat-Syarat Wajib Nafkah Sesudah Terjadi Persetubuhan
1 . Hendaknya suami memiliki kelapangan harta. Andai suami tidak memiliki banyak harta hingga tidak mampu memberikan nafkah, maka tidak ada kewajiban baginya memberi nafkah selama belum punya harta. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata? ala:
????????? ???????????????????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????? ?
? Hendaklah jamaah yang memiliki kelapangan harta memberi nafkah menurut kemampuannya. Lalu orang yang disempitkan rezekinya hendaklah menyediakan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang tetapi sekadar yang Allah berikan kepadanya.?[3]
2. Harusnya istri terikat dengan suami (bukan pasangan hidup yang berbuat nusyuz). Jika istri tidak mau menaati suami, maka tidak ada nafkah untuknya.
Catatan tambahan: Apakah Pasangan hidup Yang Bekerja Atau Berkarir Berhak Mendapat Nafkah?
Jika pasangan hidup bekerja di luar rumah, dengan pekerjaan yang mubah, arah persetujuan dan kerelaan suami, maka momento berhak mendapat nafkah dikarenakan keterikatan pasangan hidup kepada suami ialah hak suami lalu suami berhak melepaskan hak tersebut.
Sebaliknya, jika istri masih memilih keluar griya untuk bekerja padahal suami tidak rela serta melarangnya pergi dari rumah, maka haknya untuk mendapat nafkah gugur karena keterikatannya (pengabdiannya) kepada suami tidak sempurna.[1]
Kadar Nafkah dalam Wajib
Landasan utama dalam masalah terkait adalah firman Jahve Subhanahu wata? ala:
???????????????????????????????
? Hendaklah orang yg memiliki kelapangan harta memberi nafkah menurut kemampuannya.?[2]
Serta firmannya:
?????????????????????????????????????????????????
? Orang dalam mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula).?[3]
Serta sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam pada Hindun:
?????????????????????????????????????????
? Ambillah dri hartanya sekadar apa yang mencukupi dirimu dan anakmu.?[4]
Dengan demikian, yg jadi ukuran merupakan:
1. Pemberian yg memadai bagi istri dan anak. Indonesia tentunya berbeda-beda beralaskan perbedaan kondisi, kawasan, dan waktu.
2. Kemampuan dan kelapangan suami.
Afin de ahli fiqih rahimahumullah telah membahas secara panjang lebar atas pemutusan kadar yang wajib dalam nafkah, kemudian mereka merinci situasi itu dengan pendapat-pendapat yang menurut kami dibangun dengan mengacu pada kebiasaan dalam berlaku pada vulgo mereka.[5]
Demikian pula halnya, mereka bersilang pendapat di dalam masalah nafkah: apa yang jadi ukuran dalam masalah itu kondisi suami, perihal istri atau perihal keduanya? Pendapat yg shahih yang didukung oleh dalil-dalil al-Qur? an yang sudah disebutkan di atas adalah pendapat yang menyatakan bahwa ukuran dalam menentukan status lapang atau sempit harta adalah hal suami. Dan ini adalah pendapat Malikiyah kemudian Syafi? iyah.[1]
Apakah Suami Berkewajiban Menanggung Biaya Pengobatan dan Perawatan Istri?
Imam yang Empat berpendapat bahwa suami tidak berkewajiban menanggung biaya pengobatan kemudian perawatan istri![2] Hanya tertentu, tampaknya dasar dri pendapat tersebut merupakan karena pengobatan dalam masa lalu tidak merupakan termasuk kebutuhan primer dan tidak tidak sedikit dibutuhkan.? Adapun pasta sekarang, kebutuhan pada pengobatan sudah contohnya kebutuhan kepada makanan, bahkan lebih penting. Sebab, orang yg sakit biasanya jadi lebih mengutamakan pengobatan penyakitnya (kesehatan) untuk apapun juga. Bagaimana mungkin orang dalam sakit bisa menikmati makanannya sementara dia terus-menerus mengeluh lalu merasakan kesakitan dikarenakan penyakit yg menderanya bahkan mengancam nyawanya?
Oleh karena tersebut, kami memandang adalah suami tetap berkewajiban menanggung biaya pengobatan istrinya sebagaimana biaya-biaya penting tak terpikir sebagainya dan sebagaimana wajibnya seorang ayah menanggung biaya pengobatan anaknya menurut kesepakatan para ulama. Trik mungkin dikatakan termasuk pergaulan yang benar jika suami menikmati istrinya saat sehat tetapi mengembalikannya kepada keluarganya untuk diobati saat sakit!?[3]
3. Memberi Pakaian Dengan Cara Yang Moving average? ruf.
Para ulama telah berijma? bahwa suami berkewajiban menyediakan pakaian kepada istri jika istri sudah mengabdikan dirinya kepada suami dengan panduan yang diwajibkan kepadanya. Hal ini beralaskan firman Allah Subhanahu wata? ala:
????????????????????????????????????????????????????????????????
? Serta kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara moving average? ruf.?[4]
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu? alaihi wasallam dalam hadits Jabir yang lalu:
???????????????????????????????????????????????????????????
? Mereka (para istri) mempunyai hak atas kalian untuk mendapat nafkah dan pakaian \ yang ma? stellung.?[5]
Alasan sebagainya adalah karena pakaian terus-menerus dibutuhkan, hingga suami pun masih harus memberikannya selayak halnya nafkah.
Lalu, para ulama tersebut juga berijma? yakni pakaian yang diberikan haruslah memenuhi kepentingan istri di dimana kebutuhan tersebut berbeda-beda berdasarkan perbedaan panjang-pendek dan gemuk-kurusnya tubuh istri, dan berdasarkan perbedaan iklim pelosok di mana istri menetap dalam hal panas dan dinginnya.[1]
Catatan tambahan: Jika Seorang Suami Memberi Pakaian Pada Istrinya, Lalu Mentalaknya, Atau Dia Ataupun Istri Meninggal Sebelum Pakaian Itu Rusak, Maka Bolehkah Suami Memintanya Kembali?
Bila istri menerima nafkah yg wajib diberikan suami kepadanya, lalu suami mentalaknya, ataupun suami meninggal, ataupun dia sendiri meninggal, maka suami / ahli warisnya tidak boleh meminta balik nafkah tersebut berdasarkan pendapat yang paling shahih dari dua pendapat di kalangan ulama. Ini ialah pendapat Hanafiyah kemudian Malikiyah, serta yg paling shahih pada kalangan Syafi? iyah dan salah 1 pendapat di kalangan Hanabilah.[2]
Alasannya karena suami menyediakan pakaian itu untuk memenuhi kewajibannya pada istri, dan vida menyerahkan pakaian tersebut kepada istri setelah kewajiban memberi pakaian itu berlaku di dalam dirinya. Karena tersebut, suami tidak mempunyai hak untuk memintanya kembali.
Selain itu, pakaian adalah cara sehingga menyerupai hibah, dan hibah tidak boleh diminta kembali setelah kematian pemberi atau penerima hibah.
4. Memberi Lingkungan Tinggal Dengan Trik Yang Ma? stellung.
Ini adalah kewajiban suami kepada istri menurut kesepakatan ulama. Alasannya:
a. Hal ini karena Allah Subhanahu wata? ala telah menyediakan kepada istri dalam tertalak raj? ihak untuk mendapat kawasan tinggal dari suaminya, maka kewajiban menyediakan tempat tinggal pada istri yang masih terikat pernikahan tentulah jauh lebih primer.
Allah Subhanahu wata? ala berfirman,
??????????????????????????????????????????????
? Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal berdasarkan kemampuan kalian.?[3]
b. Karena Allah Subhanahu wata? ala telah mewajibkan suami dan istri tuk saling bergaul dgn baik lewat firman-Nya:
??????????????????????????????
? Dan bergaullah oleh mereka secara sebaiknya.?[4]
Di masa bentuk pergaulan alamenurut, patut yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata? ala adalah menempatkan istri di dalam tempat tinggal yg aman bagi istri dan hartanya.
chemical. Karena istri membutuhkan tempat tinggal untuk menutupi dirinya dari pandangan jamaah lain, kemudian sebagai tempat bersenang-senang dan tempat menyimpan hartanya, maka kawasan tinggal menjadi hak istri atas suaminya.[1]
Kriteria Tempat Tinggal Yang Syar? i
Ukuran teruntuk tempat tinggal yg syar? i buat istri adalah kondisi keuangan suami kemudian kondisi istri, menjadi kias kepada nafkah dengan pertimbangan yakni rumah dan nafkah adalah dua hak istri yang jadi konsekuensi dari akad nikah.
Hal di sini. berdasarkan firman Thor Subhanahu wata? ala:
??????????????????????????????????????????????
? Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat menghuni menurut kemampuan kalian.?
Dan firman-Nya:
????????? klik disini ??????????????????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????
? Hendaklah orang yang punya kelapangan harta memberikan nafkah berdasarkan kemampuannya. Dan orang yg disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah yang harta yang diberikan Kristus kepadanya. Allah gak memikulkan beban pada seseorang melainkan sekadar yang Allah berikan kepadanya.?[2]
Karena nafkah yang wajib adalah yg pantas dengan kadar kondisi keuangan pemberi nafkah dalam hal tidak sedikit, sedang, dan sedikitnya harta yang vida miliki, maka demikian pula halnya melalui tempat tinggal. Indonesia adalah pendapat jumhur ulama.
Sedangkan Syafi? iyah berpendapat bahwa patokan dalam sesuatu tempat tinggal dalam syar? i ialah kondisi istri saja, terlepas dari perbedaan pendapat di kalangan mereka tentang nafkah.
Mereka berargumen yakni karena istri diharuskan untuk selalu masih tinggal di di rumah, maka bukan mungkin istri menggantinya. Jika kondisi pasangan hidup tidak jadi perkiraan, maka itu mengenai membahayakan dirinya, sementara bahaya terlarang di syari? at. Adapun nafkah, maka istri masih mungkin menggantinya.[3]
Penulis berkata: Pendapat jumhur ulama lebih utama untuk diterima berdasarkan ayat-ayat di atas. Wallahu a new? lam.
Beberapa Catatan tambahan:
1. Menempatkan Istri Bersama Keluarga Suami Dalam 1 Area Tinggal.[4]Maksud keluarga suami di sini ialah kedua orang tua suami dan anak-anaknya dari istri yg lain.
Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi? iyah, kemudian Hanabilah berpendapat tidak boleh menempatkan kedua orang tua --atau kerabat suami yg lain-- serta pasangan hidup dalam satu lingkungan tinggal yang persis. Istri berhak menolak untuk tinggal dalam tempat tinggal yang sama dengan orang tua suami, kecuali kalau dia sendiri yang menghendakinya. Sebab, tempat tinggal termasuk pada antara hak-hak istri. Suami tidak berhak menempatkan orang lain berbareng istri di dalam dalamnya. Di samping itu, menempatkan mereka bersama istri sanggup membuat istri merasakan kesusahan.
Adapun ulama Malikiyah, mereka membedakan antara istri yg berasal dari keluarga terpandang (syarifah) dgn yang berasal dri keluarga biasa (wadhi? ah). Mereka melarang menyatukan istri yang keluarga terpandang dengan kedua orang tua dalam satu tempat tinggal, dan membolehkannya untuk istri dari keluarga biasa semasa tidak membuat sukar si istri.
Adapun menempatkan istri di dalam satu tempat tinggal bersama-sam anak-anak tirinya, hingga jika anak-anak tersebut telah besar kemudian telah paham riekti persetubuhan, maka ulama sepakat tidak membolehkannya karena meraih menyebabkan kesusahan bagi istri, kecuali jika istri membolehkannya karena area tinggal adalah haknya dan dia boleh melepaskan hak ini.
Sedangkan jika dans le cas où anak masih tipis dan belum paham arti persetubuhan, lalu boleh menempatkannya berbareng istri. Dia tidak berhak menolak untuk tinggal bersama buah hati tirinya tersebut.
2 . Keluarga Istri Ikut Tinggal Bersama Suami.[1]
Istri bukan berhak mengajak seorang pun dari mahramnya untuk tinggal bersamanya di rumah suaminya. Suami berhak melarang istri melakukan sesuatu itu. Lain halnya jika suami rela, maka tidak perkara.
Adapun anak bawaan istri dari bekas suaminya, maka menurut jumhur ulama, istri tidak boleh mengajaknya tinggal bersama dengan tidak kerelaan suami. Ulama Malikiyah membatasi larangan tersebut dengan ketentuan jika saat menikah, suami mengetahui kehadiran anak tersebut. Bila suami mengetahuinya, sementara si anak bukan ada yang mengasuh, maka menurut Malikiyah, suami tidak berhak melarang istri mengajaknya tinggal bersama.
3 or more. Bolehkah Menempatkan Istri-Istri Dalam Satu Rumah?
Para ahli fiqih bersepakat bahwa suami tidak boleh menempatkan istri-istrinya dalam satu rumah yang sama karena hal tersebut bukan termasuk motif pergaulan yang baik dan bisa melantarkan permusuhan yang dihalangi oleh syariat. Bahkan, persetubuhan suami dengan istri yang lain bisa saja terdengar atau terlihat dengan istri-istrinya yang lain sehingga dapat mengundang rasa permusuhan lalu kecemburuan di antara istri-istri tersebut. Maka akan tetapi, menurut jumhur ulama, karena larangan menempatkan dua istri (atau lebih) di dalam satu rumah tersebut merupakan murni hak mereka, maka bisa saja larangan tersebut tidak berlaku kalau keduanya rela.[2]
Penulis berkata: Di asalnya, yang semestinya dilakukan adalah memberikan rumah kepada masing-masing istri sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata? ala berfirman,
????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
? Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan.?[1]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wata? ala menyebut buyut (rumah-rumah) dan bukanbait (satu rumah). Akan tetapi, kalau para istri tersebut rela ditempatkan di dalam satu rumah, jadi suami boleh mengerjakannya karena itu merupakan hak para pasangan hidup dan mereka boleh mengabaikannya. Wallahu the? lam.[2]
Catatan Penting: Insya Jahve, akan datang nanti penjelasan lebih lanjut mengenai nafkah lalu rumah dalam bab-bab tentang masa? iddah istri yang tertalak.
4. Bersikap Lembut Kepada Istri, Mencandainya, Dan Memaklumi Usia Mudanya.
Para suami telah memiliki teladan dalam hal di sini. pada diri Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam. Dari Aisyah radhiallahu? anha, dia berkata,? Orang-orang Habasyah sudah pernah berlatih (dengan tombak-tombak kecil mereka). Selanjutnya Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam menutupiku, sementara aku menonton mereka. Aku terus menonton mereka hingga beta sendiri yang berpaling (karena bosan). Jadi, kalian harusnya bisa memaklumi gadis sedikit masih belia yang masih senang \.?[3]
Begitu jua, dengan kisah beliau Shallallahu? alaihi wasallam mengajak Aisyah radhiallahu? anha berlomba lari. Beliau berkata kepadanya,? Ayo kita berlomba.? Ternyata Aisyah dapat mengalahkan beliau. Kemudian beliau kembali memengaruhi Aisyah berlomba sesudah tubuhnya mulai gemuk. Beliau
pun mengalahkannya lalu tertawa seraya berkata,? Kemenanganku kali ini untuk menebus kekalahanku dahulu.?[4]
Aisyah radhiallahu? anha juga berkata,? Dulu aku biasa \ boneka [dari kain katun] di dekat Nabi Shallallahu? alaihi wasallam. Aku punya kawan-kawan perempuan yang ikut main bersamaku. Kalau Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam masuk, mereka biasanya langsung bersembunyi (di balik tirai) dari beliau. Jadi Rasulullah Shallallahu? alaihi wasallam memanggil mereka untuk bergabung lalu bermain bersamaku.?[5]
Kelembutan seperti berkaitan lagi yang dapat mengalahkan kelembutan beliau kepada istrin
|