Selasa, 10 Januari 2012

Twilight in Summer

Satu

Sore itu aku melangkah menyusuri jalan sempit menuju gedung apartement ku. Meskipun jam sudah menunjukan pukul 06.30pm-suhu di Amsterdam masih tinggi. Yah, sekitar 35 derajat celcius. Cukup membuat kepalaku terasa pening. Apalagi ketika siang hari-suhunya bisa mencapai 43 derajat celcius! Maka dari itu, tak sedikit warga asli Amsterdam yang meninggal dunia karena tak tahan dengan suhu yang begitu tinggi seperti ini. Aku sangat bersyukur karena dapat melewati puncak musim panas tahun ini, padahal aku orang Asia-lebih tepatnya warga negara Jepang.
Hhh-kerja di siang hari saat puncak musim panas memang sungguh melelahkan. Apalagi sejak kemarin mobilku masuk bengkel karena jarang ku service-sehingga mobilku jadi rusak parah. Jadi saja hari ini aku harus berjalan jauh menuju gedung apartementku. Sebenarnya sih setelah turun dari halte metro aku bisa saja naik taksi-tapi entah mengapa tak ada satupun taksi di daerah tersebut. Ditambah lagi Hp ku tertinggal di apartement ku-aku jadi tak bisa menelepon taksi.
Aku melihat sekelilingku. Jalan sempit ini sepi. Hanya beberapa lampu yang sudah berpijar. Tak satu orang pun yang kulihat melewati jalan sempit ini. Sebenarnya ini salah satu jalan yang tidak nyaman untuk dilewati-tapi kalau aku lewat jalan lain aku diharuskan berjalan sejauh 800 m! Bayangkan saja kalau di suhu yang tinggi seperti ini kalian diharuskan untuk berjalan sejauh itu. kalau lewat jalan sempit ini kan aku hanya diharuskan berjalan sejauh 200 m.
Aku memandangi langit sore yang indah ini. Twilight yang berwarna calm menenangkan jiwa ini dari stres yang ku alami sepanjang hari ini. Inilah yang ku sukai dari musim panas di Amsterdam-Twilight.
Ketika ku sampai di taman Herayas Apartement-aku melihat banyak sekali pers di pelataran Herayas Apartement. Maklum saja Vincent van Eldik alias aktor yang lagi naik daun itu tinggal satu gedung apartement denganku. Gosipnya sih Vincent itu lagi akrab dengan seorang model Korea bernama Yoon Na-Eun. Pasti para pers itu ingin mengupas habis tentang kebenaran hal itu.
Aku melewati kerumuman pers dan melangkah menuju lobby apartementku.
“Kalau kekasih anda bukan Na-Eun, lalu siapa?”tanya salah seorang pers pria.
Vincent melirik ke arah ku. Aku menelan ludahku lalu mempercepat langkahku. Namun tangan seseorang menarik lenganku, sehingga mau tak mau tubuhku pun ikut tertarik.
“Ini pacarku! Cantik kan??”ucap Vincent seraya tersenyum lebar ke media.
“Apa?!”kagetku.
“Aduh, sayang udah dong. Kita gak usah backstreet lagi ya? Aku kan capek di gosipin sama orang lain terus. Aku kan suka nya sama kamu”
“Hee??”
“Wa-wajah anda sangat familiar. Siapakah nama anda Madamemoiselle?”
“Haah??”
“Udah jawab aja”bisik Vincent
“Fuji-umm... Maksudku Natsuki Fujioka”
“Oh-Dokter Natsuki Fujioka, Lulusan terbaik University of Amsterdam dan salah satu Dokter tersukses di Belanda. Anda juga pemilik restoran Jepang Fujioka’s Restaurant kan?”
“I-iya...”
Para pers mulai bergemuruh berkomentar tentang diriku. Aku yang masih bingung hanya dapat melihat mereka semua dengan tampang bodoh.
“Ehm..ehm”Vincent berdehem.
“Natsuki dan aku masih lelah. Lain kali saja ya wawancaranya!”ujar Vincent seraya menarikku ke dalam gedung apartement.
Para pers yang ingin menerobos masuk dihalangi oleh pria-pria kekar berjas hitam. Mungkin pria-pria itu adalah bodyguard nya Vincent. Sementara itu, Vincent tetap melangkah seraya menggenggam tanganku. Aku pun menghentikan langkahku.
“Lepaskan tanganku! Jangan sentuh aku semaumu!”kesalku sambil menghempaskan lengan Vincent.
“Jadi kamu merasa disentuh?”komentar Vincent. “Tenang aja, aku gak tertarik dengan gadis kasar sepertimu”tambah Vincent.
Aku merasa kesal-sangat kesal lebih tepatnya. Aku pun mencoba untuk mengendalikan emosiku. Namun ternyata itu sangat sulit.
“Bukan begitu! Lagipula kenapa kau mengenalkan aku ke para pers sebagai pacarmu?! Bukankah aku ini gadis kasar yang paling tidak kau sukai?!”pekikku.
“Hey, kau tak boleh membentakku tau! Memangnya kau tak tau aku ini siapa, hah?!”tanya Vincent dengan nada kesal.
“Oh~Vincent van Eldik~maaf karena make up mu dihapus satu lapis aku jadi tidak mengenalimu!!”
“Apa?!”
“Huh! Sungguh menyedihkan ya! Masa seorang Vincent van Eldik harus-Ummhh!!”
Tangan Vincent membekap mulutku. Vincent melangkah ke belakangku dengan tetap membekap mulutku.
“Ngomongnya di apartementku aja ya”ujar Vincent dengan setengah berbisik lalu membawaku masuk kedalam lift.
Para pers yang melihat kejadian ini langsung mengabadikan gambarku dengan Vincent. Mungkin mereka mengira kalau kami berpelukan.


“Tadi kau bilang namamu siapa?”tanya Vincent yang tengah berdiri dihadapanku. Sementara aku sedang duduk di sofa hitam milik Vincent.
“Hhh-saking tidak ingin berhubungan dengan gadis kasar sepertiku sampai-sampai kau menutup telinga ketika aku menyebutkan namaku”sahutku dengan ketus.
“Ayolah, aku tak ingin berdebat denganmu”
“Siapa yang mulai?”
“Aku minta maaf bila kau tersinggung dengan kata-kataku”
“Minta maaf itu sangat mudah. Kata ‘maaf’ dapat terucap kapan saja dan bisa saja tidak sesuai dengan hati. Tapi untuk memaafkan itu sangat sulit”
“Memangnya kau Tuhan apa?! Tuhan saja memaafkan hambaNya yang berbuat salah. Masa kau tidak?”
“Justru karena aku hanya manusia biasalah aku jadi sulit memaafkanmu”
“Berarti kepribadianmu itu buruk”
“Bagaimana dengan dirimu sendiri? Apakah kekayaan dan popularitas membuat dirimu seperti dewa?”
“Kau sungguh menyebalkan”
“Kalau aku menyebalkan apakah itu membuat Vincent repot?”
“Gadis yang angkuh!”
Tiba-tiba saja Hp Vincent berdering. Vincent menerima panggilan telepon tersebut seraya melangkah menjauhi ku.
“Ya, ada apa?”tanya Vincent kepada seseorang disebrang sana. “Ya.... Umm entahlah... ya, akan ku usahakan. Maafkan aku... Natsuki Fujioka?... Ya, sekali lagi maafkan aku”ucap Vincent lalu menutup teleponnya.
“Natsuki Fujioka?”tanya Vincent sambil menghampiriku.
“Iya”sahutku acuh tak acuh.
“Orang Jepang ya?”
“Iya”
“Bukan Fujioka Natsuki?”
“Kalau di Jepang namaku memang Fujioka Natsuki. Karena kalau di Jepang marga seseorang diletakan di depan”
“Sungguh?? Unik ya!”
“Udah deh aku gak punya waktu buat menjawab pertanyaan-pertanyaanmu yang gak penting itu”Dengan ketus aku bangkit dari dudukku dan berniat untuk keluar dari apartement Vincent.
“Eits! Jangan buru-buru pulang”cegah Vincent. “Aku mau minta tolong sama kamu”
“Hal apa yang bisa dilakukan gadis kasar ini untuk seorang Vincent van Eldik?”tanyaku dengan nada mengejek.
“Kan aku udah minta maaf. Jangan kaya gitu dong!”
“Ya udah-kamu mau minta tolong apa?”
“Kamu mau ya jadi pacarku?”
Aku terbelalak.
“Bicara apa sih kau ini? Aku gak ngerti”jawabku dengan sarkas.
“Maksud aku, kamu mau ya jadi pacar aku? Tentu saja Cuma pura-pura. Nanti kamu aku gaji kok!”terang Vincent.
“Kau pikir aku gadis bayaran? Kau salah menilaiku”kesalku lalu melangkah menuju pintu keluar.
Aku sangat membenci makhluk yang bernama Vincent van Eldik itu! kenapa sih orang-orang bisa mengidolakannya?! Apa bagusnya sih dia?? Memang sih, wajahnya rupawan. Tapi kepribadiannya itu buruk! Dia pikir dia bisa mendapatkan segalanya dengan uang? Dia pikir dia dapat membeliku? Apa uang telah mencuci otaknya? Apa dia pikir uang=kebahagiaan? Dasar orang kaya yang sombong!!
“Haizara Ryuu”ucap Vincent tiba-tiba.
Aku terbelalak. ‘Haizara Ryuu’- Nama itu sungguh tak asing bagiku. Bahkan nama yang sangat kurindukan-nama yang membuat aku pergi jauh dari orang tuaku demi bertemu dengan orang yang bernama Haizara Ryuu. Aku pun menghentikan langkahku.
“Kau mencari dia, kan?”tambah Vincent.
Aku pun menoleh.
“Bagaimana kau tau tentang hal itu?”heranku.
“Tak ada hal yang tak kuketahui dari seseorang bernama Fujioka Natsuki. Termasuk tujuan utamamu ke Amsterdam”
Dengan setengah tidak percaya, aku menghampiri Vincent.
“Kau kenal Ryuu?”
“Sangat kenal”
“Tolong beritahu aku dimana ia tinggal”
“Tidak semudah itu, Madame-di dunia ini ada Give and Take”
“Kau meminta imbalan?”tanyaku sambil mengerutkan alis. Bukankah dia itu orang kaya? Kenapa dia meminta imbalan padaku?
“Ya iyalah”
“Hmm-baiklah berapa yang kau minta?”
“Maaf ya, Madame-aku gak butuh uangmu”
“Lalu, kau minta apa?”
“Aku minta kamu jadi pacar aku selama 1 tahun”
“Maaf, aku gak bisa”
“Baiklah kalau kau menolak-aku pun akan menolak memberitahumu tentang Haizara Ryuu”
Aku berpikir sejenak. Selama aku tinggal di Amsterdam, tidak ada seorang pun yang ku kenal yang juga mengenal Ryuu. Aku tau kalau Amsterdam itu luas, tapi jaringan pertemananku cukup luas. Bahkan aku banyak sekali memiliki teman yang tinggal di negara Eropa lainnya seperti Inggris, Perancis, Swiss dan lain-lain. Aku juga banyak mengenal orang yang tinggal di Amsterdam. Tapi ketika ku tanya tentang seseorang yang bernama Haizara Ryuu pasti mereka menjawab ‘Tidak tau’. Ditambah lagi, aku tidak memiliki clue dimana ia tinggal. Jadi, bisa saja ini sebuah kesempatan yang tak kan terulang lagi. Tapi bagaimana jika Vincent berbohong? Tapi untuk apa ia berbohong? Jelas, ia berbohong agar aku menjadi pacar bohongannya selama satu tahun, sehingga skandalnya dengan Yoon Na-eun tidak terungkit-ungkit. Ya, bisa jadi. Tapi, bagaimana kalau ia benar-benar mengenalnya? Aaaarh!! Taulah! Aku pusing.
“Coba ceritakan terlebih dahulu apa kau kau ketahui tentang Ryuu. Kalau jawabanmu sesuai dengan yang kuketahui-aku akan menjadi pacarmu tanpa dibayar”putusku.
“Hal mudah. Haizara Ryuu-anak tunggal dari pasangan Haizara Hideki dengan Fradecka van Oldenbarneveldt. Lahir di Tokyo pada tanggal 12 April. Sampai umur 5 tahun ia tinggal di Tokyo, dan seterusnya-sampai sekarang ia tinggal di Amsterdam. Ia pindah dari Jepang ke Belanda karena ayahnya dipindah tugaskan ke sini ya, kan?”jawab Vincent dengan lancar.
“Kau benar-benar temannya dia?”
“Apakah jawabanku tadi salah semua? Perasaan aku udah jawab yang kuketahui dari Ryuu”
“Bukan. Tapi jawabanmu itu benar semua. Jadi kau berteman dengannya? Ketemu dimana?”
“Nggak penting mau aku ketemu dimana dengan dia. Itu bukan urusanmu. Yang penting aku mengenalnya”
Aku mencibir mulutku.
“Oh ya, dia juga sering menceritakanmu”ucap Vincent.
“Su-sungguh?”
“Ya”
“Dia bilang apa?”
“Katanya kau itu cerewet dan nyebelin”
“Apa?! Dia bilang seperti itu?! awas dia! Kalau nanti aku bertemu dengannya, akan ku mutilasi dia!”
“Tapi menurutku ucapan Ryuu ada benarnya juga”
“Jadi kau berpihak padanya?”
“Bukan masalah berpihak ke dia atau nggak. Tapi ini kenyataan yang tak terelakan”
“Huh!”
“Tapi bagi dia kamu itu cewek yang menarik”
Wajahku seketika memanas dan merah merona. Ah~betapa bahagianya aku mendengar hal itu! kamu juga cowok yang menarik kok, Ryuu!! Saking bahagianya, aku malah senyam-senyum sendiri.
Sementara itu, Vincent hanya melihatku dengan wajah heran. Ia mengerutkan kedua alisnya.
“Kau kenapa? Wajahmu kok merah? Kau demam?”tanya Vincent seraya menyentuh keningku dan keningnya sendiri.
“Aku gak pa-pa kok!”jawabku.
“Syukurlah...”
“Kenapa kau panik?”tanyaku.
“Ah,ng-nggak kok! Aku gak panik”
“Hmm-baiklah. Karena jawabanmu sesuai, aku akan menjadi ‘pacar’mu”
“Baguslah. Oh ya, mau minum dulu?”
“Tidak-aku bukan seorang peminum”
“Aku pun bukan seorang peminum kok! Disini Cuma ada minuman yang biasa saja seperti soda, yoghurt, susu, jus kemasan dan ada juga blue seal ice cream. Kamu mau apa?”
“Ya udah deh, aku minta soda aja”
“Kalau gitu ayo kita ke ruang makan”
“Ruang makan?”
“Iya. Biar sekalian makan”
“Haa?”
“Kau belum makan, kan?”
“Iya- sih memangnya kamu bisa masak?”
“Bisa sih-tapi takut kelamaan jadi kita pesen makanan dari luar aja ya! Btw, kamu suka masakan apa?”
“Masakan apa aja sih aku suka. aku gak pemilih dalam hal makanan. Asalkan bisa dikonsumsi tanpa menimbulkan efek menurunnya kesehatanku”
“Kalau gitu kita pesan dari restoran kamu aja ya!”
“Ya udah”
Vincent pun meraih Hpnya yang ia simpan di saku celana jeansnya. Lalu ia menekan tombol call pada nomer kontak Fujioka’s Restaurant.
“Hello-bisa antarkan sushi, yakiniku, sup miso, uni dan ebimaki? –Ah iya ke Herayas Apartement no 2631-iya terima kasih”
Vincent menghampiriku yang tengah duduk disofa miliknya.
“Mau minum sekarang?”tanya Vincent yang masih berdiri dihadapanku.
Aku menggelengkan kepalaku. “Nggak, nanti aja”
“Boleh aku duduk disampingmu?”
“Duduk aja. Inikan sofamu. Aku nggak berhak melarangmu”sahutku seraya bergeser sedikit dari tempat dudukku. Vincent pun duduk disampingku.
“Aku mau tanya”ucapnya.
“Mau tanya apa?”
“Mengapa kau cari Ryuu sampai segitunya?”
Aku diam sejenak-lalu tersenyum tipis.
“Ryuu adalah orang pertama yang bisa membuatku tertawa lepas saat nenekku yang paling kusayang meninggal. Dia satu-satunya orang yang mengerti aku. Dia adalah sahabat kecilku yang paling kusayang. Dan dia...”
“Dan dia??”
Tentu saja dia cinta pertamaku!! Bahkan sampai sekarangpun aku masih mencintainya. Tapi mana mungkin aku menceritakan hal itu ke Vincent. Bisa-bisa dia langsung bilang ke Ryuu nya lagi.
“Udah lupain aja, kalau kamu sendiri gimana?”jawabku dan mengalihkan topik pembicaraan.
“Gimana apanya?”
“Ya-hubunganmu dengan Yoon Na-Eun”
Vincent tertawa kecil. “Dia itu Cuma temen”
“Masa sih?”
“Iya”
“Tapi kenapa kalian sering banget pergi bareng?”
“Na-Eun yang minta”
“Terus?”
“Gak enak kan kalo ditolak? Besides, dengan aku jalan sama dia semakin populerlah aku”
“Dasar, makhluk yang haus popularitas!”
“Biarin”
“Bilang aja kalu kamu suka padanya”
“Nggak kok! Aku nggak suka Na-Eun”
“Kenapa? Dia kan cantik, glamour, popular and sweet. Beda sekali denganku yang jelek, kucel dan kasar ini.
“Mulai ngebahas itu kan”
“Lagian...”
“Aku kan Cuma bercanda tau! Lagian kamu cantik kok! Bahkan lebih cantik dari dia. Kamu juga gak kucel. Yaa meskipun aku nggak mau mengakui hal itu. tapi itu adalah kenyataan”
Aku tersenyum simpul“Makasih untuk pernyataanmu yang sangat benar itu. Tapi yang namanya dibilang kasar itu tetap saja menyakitkan bagi seorang wanita”
“Ya udah-kalau kamu ngerasa sakit hati, aku bakal menuhin segala permintaanmu untuk hari ini aja. Agar kau memaafkanku”
“Baiklah, aku minta...”
“Kecuali kau putus denganku dan kau memintaku untuk memberitahu tentang Ryuu”potong Vincent.
Aku mencibir mulutku. “Katanya apa aja”komentarku.
“Tapi kalau kau meminta hal itu sama saja dengan kau melanggar perjanjian kita”
Aku kembali mencibir mulutku. Tapi memang sih, sama sekali tak terlintas dibenakku untuk memutuskan hubunganku dengan Vincent. Entah mengapa aku mulai tertarik dengan kehidupan Vincent. Yaa meskiun ia sangat menyebalkan. Setidaknya aku ingin mengetahui kenapa ia masih single padahal ia itu rupawan, populer dan baik. Yaa setidaknya kulihat ada sifat baik di dalam dirinya. Kurasa sifat menyebalkannya itu hanya untuk membatasi dirinya dengan orang lain. Agar orang lain tidak tau bahwa sebenarnya ia itu rapuh. Halah, kok aku malah ngawur gini sih.
“Baiklah, kalau begitu aku ingin ketemu Vera Claythorne”ucapku.
“Haa?? Kamu gila apa? Vera Claythorne kan Cuma ada di novel”
“Hehehe”
“Serius, kamu mau minta apa?”
“Nggak kok! Aku gak minta apa-apa darimu. Hanya saja...”
Beberapa belas menit kemudian.
“Vincent senyum dong!”ujar Natsuki.
“Uuuuhh! Lebih baik aku disuruh shooting 2 hari penuh deh daripada pake baju cewek kaya gini”kesal Vincent yang mengenakan gaun malam milik Natsuki yang dipadukan oleh sepatu high heels open--toed dan topi mini yang berwarna senada dengan gaun malam itu. tak lupa Natsuki juga menyuruh Vincent untuk mengenakan rambut sambungan milik Natsuki yang biasa ia kenakan pada saat acara-acara formal ketika rambutnya masih sebahu.
Aku terus tertawa melihat betapa konyolnya penampilan Vincent sekarang. “Entah apa komentar para penggemarmu bila mereka melihat ini”
“Cih...”
“Apa ku foto saja ya?”
“Jangan ah!”
“Kenapa? Minder ya? Tenang aja, kamu itu lebih cantik dari Yoon Na-Eun, Jeeny, Elise De Secondat, Yamada Yu, dan Katty Perry”
“Apa?!”
“Heh? Kok marah sih? Nanti aku marah lagi nih!”
“Uhh!”
“Nah sekarang nyanyi”
“Nyanyi apa?”
“Kokoro no Tomo. Tau gak?”
“Tau. Lagu itu?”
“Iya”
Vincent pun menyanyikan lagu Kokoro no Tomo dengan menggunakan ‘suara perempuan’nya yang lebih mirip dengan suara gadis SMU yang kejepit pintu. Ia bernyanyi sambil menunduk malu.
“Senyum dong! Terus ekspresi dan gerakannya mana?”komentarku iseng.
Vincent mencibir mulutnya, namun ia tetap melaksanakan perintahku. Hahaha betapa asyiknya menjahili seorang Vincent van Eldik! Tapi aku masih heran, kenapa ia mau melakukan hal bodoh seperti ini hanya untuk mendapatkan maaf dariku? Apakah dia menyukaiku? Hahaha geer sekali aku. Besides, how can he falling in love with me? Ada banyak gadis Eropa yang lebih seksi dariku, ada banyak gadis Asia yang tinggal di Amsterdam yang lebih cantik dariku. Ngayal aja nih aku. Tapi tadi dia bilang aku cantik lho!
Tak lama kemudian bel apartement Vincent berbunyi.
“Hah?! Jangan-jangan itu pegawaimu lagi??”kaget Vincent.
“Bisa jadi”sahutku asal-asalan.
“Aduh bagaimana ini?? Kamu sih nyuruh yang aneh-aneh”
“Lagian siapa suruh kamu bilang kalau kamu bakal lakuin apa aja demi mendapatkan maaf dari aku?”
“Tapi kan gak gini juga..”
“Ya udah deh. Kalo gitu biar aku aja yang ambil makanannya”putusku seraya bangkit dari sofa milik Vincent.
“Kalau gitu, ini uangnya”ucap Vincent sambil mengeluarkan beberapa lembar uang gulden dari dompetnya.
“Eh buat apa?”
“Buat bayar makananlah!”
“Inikan dari restoranku. Kenapa kau mesti bayar?”
“Kan aku yang memesan makanan itu. jadi aku harus bayar”
“Sudahlah-gak usah bayar. Kan aku ikutan makan”
“Hey gak bisa gitu dong! Kamu kan tamu”
“Bukan, aku pacarmu. Yaa meskipun pacar bohongan. Jadi kau gak usah bersikap formal padaku”
“Justru karena kamu pacarku lah aku harus membayar makanan itu”
“Kenapa?”
“Dimana-mana cowok itu harus jadi pemodal. Cewek tinggal terima-terima aja”
“Aku keberatkan dengan kata-katamu. Di dalam kata-katamu kau sama saja menganggap cewek itu parasit”
“Bukan maksudku begitu, tapi emang bener kan? Bagaimanapun cewek itu sangat berharga, jadi untuk mendapatkannya kamu harus melakukan pengorbanan”
“Pengorbanan dengan uang? Aku gak tertarik dengan pengorbanan seperti itu”
“Aduh-susah banget ya ngomong sama kamu”
“Ya udah deh gini aja, kita bayar setengah-setengah ya?”
“Nggak! Kubilang aku semua yang bayar”
“Kalau gitu aku nggak akan keluar untuk mengambil makanannya”ancamku sambil melipat kedua tanganku.
“Biarin! Aku bisa ngambil sendiri!”ujar Vincent lalu melangkah kearah pintu apartementnya.
“Yakin? Kamu kan masih pake baju cewek”
“Biarin”
Aku membiarkan ia melangkah semakin mendekati pintu apartementnya. Aku sengaja ingin melihat seberapa besar keberaniannya untuk menemui pegawaiku dengan gaun malam milikku.
Awalnya kukira ia akan berbalik dan memohon padaku untuk mengambil makanannya. Namun ternyata aku salah, ia benar-benar membuka kunci pintu apartementnya!!
“Vincent! Tunggu!”seruku. lalu berlari kecil menghampirinya.
Vincent tetap berdiri dan menatapku dengan heran.
“Kenapa?”tanyanya seraya membukakan pintu apartemenrnya. Melihat hal itu aku langsung menutup kembali pintu apartement Vincent yang sedikit terbuka.
“Biar aku aja”
“Nggak ah! Nanti kamu yang bayar”
“Gak mau dibantuin? Ya udah”
“Biarin! Weeks! Natsuki jelek!”
Aku terus memperhatikan Vincent. Pria yang menyebalkan ini sangat tinggi. yaa gak tinggi-tinggi banget sih. Sekitar 7-9 cm lebih tinggi dariku, padahal tinggiku 168 cm. Setelah diperhatikan baik-baik, ia agak terlihat seperti orang Asia. Meskipun rambutnya berwarna merah alami dan matanya berwarna abu-abu, tapi matanya agak sipit seperti pria Asia pada umumnya. Ditambah lagi kulitnya putih langsat-benar-benar terlihat sebagai orang Asia. Apa dia Eurossian??
“Apa-apaan sih kamu”ucapnya seraya memanglingkan wajahnya. Wah, wajahnya memerah! Baru kulihat ia seperti ini.
“Biar aku yang mengambil makananya”Aku pun mengambil uang gulden dari genggaman tangan Vincent.
“Makasih”Vincent tersenyum!! Oh Miejien!! Betapa cute nya dia!!
“Ya, gak usah dilebih-lebihkan. Cepat pergi. Kau gak mau keliatan orang lain kan?”Aku bersiap-siap untuk membuka kan pintu. Vincent mengangguk dan langsung berlari menuju ruang makan.


“Ini kembaliannya”ucapku seraya menyodorkan beberapa lembar uang gulden.
“Makasih, Natsuki ku sayang”balasnya sambil tersenyum. Oh God! Bisa-bisa aku terjerumus dalam senyumannya!!
“Cepat ganti bajumu. Apa kau ingin makan sambil mengenakan gaun malamku? Awas aja kalo gaunku rusak dan kotor”Aku meletakan sekantong kertas besar di atas meja makan.
“Iya. Tolong disiapin ya, Natsuki”


“Kamu Eurossian ya??”tanyaku ketika kami tengah asyik makan malam di apartement Vincent.
“Yap!”sahut Vincent.
“Pasti yang orang Asia itu ibumu ya?? Kan kamu pake nama Vincent van Eldik-marga orang Belanda”
“Entahlah”
“Kok entahlah sih?”
“Buat apa kau tau tentang hal itu, hah? Kau naksir ya sama aku??”
Uhh! Dia memang menyebalkan!!!
“Naksir? Nggak dong! Aku udah punya pautan hati”sahutku dengan percaya diri.
“Siapa?? Orang Belanda juga?”
“Buat apa kau tau tentang hal itu, hah? Kau naksir ya sama ku??”aku pun mengulangi kata-kata yang dilontarkan oleh Vincent.
“Iya, emangnya kenapa?? Gak boleh??”
Aku tersedak. Vincent menyodorkan segelas air putih yang berada di atas meja makan. Aku meraih gelas itu, dan menegak habis air yang ada di dalamnya. Aku masih tidak percaya dengan pernyataan Vincent. Oh miejien berarti aku boleh juga ya? Sampai-sampai di taksir oleh aktor secakep dan setenar Vincent.
“Kau baik-baik saja?”tanya Vincent. Kulihat raut wajahnya-khawatir. Apakah dia menghawatirkanku?
“Ya, aku baik-baik saja”jawabku sambil mengusap mulutku dengan tissue yang memang sudah disediakan oleh Vincent.
“Syukurlah”
Apakah dia sungguh-sungguh menghawatirkan aku? Apakah ia sungguh-sungguh menyukaiku? Bukankah kita baru pertama kali bertemu? Apa dia sering mengalami love at the first sight? Tapi bukannya apa-apa sih, hanya saja aku tertarik padanya Cuma karena dia seorang Vincent van Eldik yang masih menjomblo dan menyebalkan. Aku tidak suka padanya.
“Kamu berlebihan ah!”ucap Vincent tiba-tiba.
“Mmm??”
“Yang tadi itu aku Cuma bercanda tau! Lagipula mana mungkin aku menyukai gadis aneh sepertimu! Udah gitu kamu bawel banget lagi. Beda banget sama Na-Eun yang diam dan manis”
“Emangnya aku tersedak karena hal yang gak penting kaya itu apa?!”Ternyata dia memang menyebalkan!
“Kalo bukan karena ‘hal yang gak penting’ itu, kenapa kau tersedak setelah aku mengatakan ‘hal yang gak penting’ itu?”Vincent meledekku.
“Tersedak itu bisa terjadi kapan saja!”
“Tapi kenapa waktunya begitu tepat sekali?”
‘Terserahlah! Aku mau pulang saja!”Aku beranjak dari kursi yang tadi ku duduki lalu melangkah kearah ruang tamu untuk mengambil tasku.
“Hahaha”Vincent tertawa. “Masa gitu aja marah. Jadi tambah curiga nih kalo Natsuki menyukaiku”ledek Vincent sambil mengikutiku dari belakang.
“Siapa yang marah”Aku mengambil tas kerjaku yang aku letakan di atas meja ruang tamu lalu meneruskan langkahku ke pintu apartement manusia menyebalkan itu.
“Kamu”sahutnya seraya mempercepat langkahnya untuk menyeimbangiku.
Aku terus melangkah tanpa membalas ucapannya. Setelah sampai di depan pintu, Vincent membukakan pintu apartementnya. Aku pun melangkah keluar dan membuka kunci apartementku yang berhadapan dengan apartementnya dengan menggunakan Keycard.
“Aku gak sabar untuk nge-date denganmu”seru Vincent sambil tertawa.
Aku hanya menatapnya dengan tampang jutek andalanku, lalu masuk kedalam apartementku.


“Natsu!! Nanti kita ketemu lagi ya!!”


“Hah?? Tadi itu apa??”gumamku.
Aku membuka kedua mataku. Ternyata hanya mimpi. Hhh-efek dari munculnya Vincent memang sangat besar ya. Sampai-sampai aku kembali memimpikan Ryuu sewaktu kecil. Padahal sudah lama sekali aku tidak memimpikannya.
Aku melirik jam bekker yang berada diatas meja kecil dekat tempat tidurku. Oh, sudah pukul 10.56am....
Apa?! 10.56am?!
Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku ini dari keringat yang bercucuran ketika ku tidur. Tapi entahlah apakah aku berkeringat saat tidur atau tidak. Karena sesungguhnya aku menyalakan AC.


Aku berlari melewati jalan sempit yang kulewati kemarin. Sudah tak ada waktu lagi untuk bersantai-santai. Aku harus segera tiba di Rumah Sakit tempatku bekerja, sebelum pukul 12 siang. Karena aku ada jadwal operasi.
Aku terus berlari disiang yang sangat panas ini. Aku tak menghiraukan keringat yang mulai bercucuran dari keningku. Aku terus berlari-ya, terus berlari sampai ada seseorang yang memanggil namaku.
“Natsuki!”
Aku menoleh kearah sumber suara. Kulihat sebuah mobil sedan hitam menghampiriku. Kudapati Vincent yang tengah duduk dikursi belakang.
“Mau kemana?”tanya Vincent.
“Mau ke Rumah Sakit. Eh udah dulu ya! Aku harus buru-buru ke halte. Udah telat nih! Bye!”Aku mulai bersiap-siap untuk kembali berlari.
“Kenapa gak bareng aku aja?”
“Haa??”
“Udah kamu bareng aku aja ya!”
“Beneran nih??”
“Iya sayang. Aku akan mengantarmu kemana aja! Termasuk ke tempat asalmu, yaitu neraka”
“Apa kau bilang?!”
“Bercanda, ai. Ayo masuk”
Aku pun masuk kedalam mobil Vincent dan duduk di sebelahnya.


“Sejak kapan kau bisa berbahasa Jepang?”tanyaku sambil melihat sekeliling jalan. Ramai sekali... Meskipun suhu diluar sana cukup tinggi, masih saja ada beberapa orang yang masih bisa mengayuh sepedanya demi mencapai tempat yang dituju.
“Kan aku ada keturunan orang Jepang”jawab Vincent tanpa melihatku.
“Oh, kamu Asia nya Jepang tho! Tapi kok waktu aku ngebahas soal marga di Jepang, kamu seolah-olah baru tau gitu sih?”tanyaku lagi yang kali ini mulai menatapnya.
“It’s just a fake, honey. Aku emang keturunan Jepang. Tapi aku bisa berbahasa macam-macam, kaya bahasa Inggris, Bahasa Itali, French, Espanyol, Tagalog, Melayu, Arab, Deutsch, Indonesia. Dan lain-lain” jawab Vincent sambil membalas tatapanku.
“Oh..”komentarku dengan singkat, lalu mengalihkan pandanganku kedepan.
“Aku juga bisa bahasa cinta lho!”tambah Vincent dengan berbisik.
“Jangan berbisik ditelingaku, bodoh!!”Aku mendorong wajah Vincent kebelakang.
“Haduh, kamu over ah!”


“Nanti mau ku jemput??”tanya Vincent yang tengah berdiri bersamaku di lobby Rumah Sakit tempatku bekerja.
“Ya”jawabku dengan mantap.
“Jam berapa?”
“Jam 8 malam. Awas lho kalo telat!”
“Iya, iya..”ucap Vincent seraya membelai rambutku. Sepertinya ia ingin berakting disini agar kami benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih.
“Tapi beneran gak pa-pa? Nanti kau harus shooting kan?”Aku mencoba mengikuti alur drama yang dibuat oleh Vincent.
“Gak pa-pa Natsuki ku sayang... Apa sih yang nggak buat Natsuki??”sahut Vincent seraya tersenyum dan tetap membelai rambutku.
Hooooeeeeks!!! Rasanya aku ingin muntah mendengar ucapan Vincent yang sangat over itu!!
“Nah, aku duluan ya sayang. Sampai nanti”seru Vincent lalu mengecup keningku. Oh miejien!! Dia mengecup keningku!!! Apa-apaan dia?! Ryuu aja tidak pernah, masa dia merebut kecupan kening yang pertama?? Padahal aku sengaja untuk jaga jarak dengan pria lain, agar first kiss ku dan kecupan kening pertama ku hanya Ryuu yang mendapatkannya. Sekarang yang tersisa hanya first kiss ku. Benar-benar menyebalkan!! Rasanya aku ingin menendang wajahnya.
“Iya sayang... Hati-hati ya??”Hoeks! rasanya aku pengen muntah ketika mendengar kata-kataku sendiri.


Setelah operasi berlangsung dengan lancar, aku menyusuri koridor Rumah Sakit, dan langsung menuju ruangan para dokter berkumpul. Rumah sakit tempatku bekerja adalah Rumah Sakit yang sangat mewah dan elite. Banyak orang-orang penting di Belanda yang menjalankan medical check up, dan berobat kemari.
“Natsuki!!!”panggil seorang rekan kerja wanita.
Aku menoleh. Leslie van Neck rupanya... Leslie berlari kearahku. Aku pun mengerutkan keningku. Sebegitu pentingkah, sampai ia berlari-lari seperti itu??
“Ada apa, Leslie?”tanyaku setelah Leslie berada dihadapanku.
“Kamu pacarnya Vincent van Eldik ya??”
GUBRAK!!! Kukira ada hal penting apa yang membuat ia begitu tergesa-gesa untuk menemuiku. Ternyata hanya masalah gak penting kaya gini!! Oh miejien... kenapa temanku yang satu ini begitu...NORAK??
“Ku kira ada hal apa penting apa yang perlu kau tanya kan padaku, ternyata hanya masalah sepele. Dasar Leslie norak!!”
“Terserah kau mau bilang aku norak atau apa, tapi yang pasti ini pertanyaan penting bagiku. Karena aku gak mau ketinggalan berita, jadi kau harus menjawab pertanyaanku”sahut Leslie dengan tegas.
Oh iya ya. Aku lupa kalau Leslie itu Bigos, alias biang gosip. Dia selalu tidak pernah ketinggalan gosip-gosip terbaru dari artis-artis tanah air. Makanya aku selalu bingung kenapa ia melanjutkan S.2 nya di bidang Physicology, kenapa gak ke Gosipology??
“Ya, emangnya kenapa?”sahutku acuh tak acuh.
“Oh miejien!! Temanku pacar seorang Vincent van Eldik? Oh miejien, sangat sulit dipercaya. Kenapa kau tidak memberitahuku??”komentar Leslie dengan heboh.
“Aku takut kau nggak percaya. Bagaimana pun juga, Vincent itu lagi tenar-tenarnya juga kan? Jadi kamu pasti gak bakalan percaya”
“Kalo Natsuki sih aku percaya. Bagaimanapun kau itu memang lebih cantik dari Yoon Na-Eun. Oh ya, kalian pacaran semenjak kapan??”
Aku mulai bosan dengan percakapan seperti ini. Aku malas sekali membahas manusia yang bernama Vincent van Eldik itu. tapi bagaimanapun, Leslie adalah teman pertamaku di Amsterdam. Jadi gak enak bila gak dijawab.
“Udah lama. Sebelum Vincent terjun kedunia entertainment”jawabku asal-asalan. Daripada gak dijawab, ya gak? Nanti aku dikira ngelunjak lagi.
“Berarti Vincent termasuk tipe orang yang setia ya??”
Aku hanya menganggukan kepalaku. Aku benar-benar bosan dengan percakapan ini. It’s about Vincent and all about Vincent. Why must about Vincent?
“Natsuki-san!!!”Datanglah lagi Bigos kedua, yaitu Mizukoshi Naomi, seorang gadis Jepang yang sangat imut. Ia merupakan seorang suster di rumah sakit ini, ia lebih muda satu tahun dariku- 22 tahun. Ya, sewaktu masih sekolah mengikuti program akselerasi, jadi aku bisa lulus S1 di usia 20 tahun. Sekarang aku sedang melanjutkan study S3 ku di Universitas yang sama, sekarang udah semester ke 4.
“Natsuki-san benar-benar pacarnya Vincent-san ya?”tanya Naomi dengan menggunakan Bahasa Belanda yang agak aneh di dengar karena ia menggunakan logat Tokyo.
“Iya, Naomi. Tadi dia mengakui hal itu”sahut Leslie dengan penuh semangat.
“Oh Kami-sama! It’s sounds great!”haduh... bisa gila aku kalau ditanyain oleh seluruh Bigos yang ada di Rumah Sakit ini.
“Biasa saja Naomi. Don’t over it!”timpalku.
“Tapi bukannya Vincent-san udah punya cinta pertama yang nggak mungkin dia lupain ya??”heran Naomi seraya meletakan telunjuknya didepan bibirnya.
“Iya ya! Si N dengan 5 huruf itu”timpal Leslie.
“Apa??”Ok, aku mulai tertarik dengan topik pembicaraan : cinta pertamanya Vincent.
“Ah, nggak Natsuki-san. Bukan apa-apa”jawab Naomi. Kalau dari awal kalian nggak mau ngasih tau ke aku, kenapa kalian bilang-bilang padaku??
“Apa??”tanyaku ulang.
“Kita gak enak sama kamu, Natsuki. Nanti kami dibilangnya ngerusak hubungan kalian”sela Leslie.
“Jadi kalian cinta pertamanya Vincent??”
“Bukan begiitu Natsuki-san.. Kenal saja tidak”sahut Naomi.
“Lalu??”
“Dulu pada saat jumpa fans dengan topik cewek yang sedang dekat dengan Vincent-san, Vincent-san pernah bilang kalo dia nggak akan cinta sama siapa pun kecuali cinta pertamanya. dan dia bilang juga kalau dia gak akan pacaran, bertunangan, dan menikah dengan orang yang nggak dicintainya. Terus dia juga membocorkan kalo nama panggilan khusus gadis itu dari Vincent-san adalah, 5 huruf dengan awalan N”terang Naomi panjang lebar.
“Oh... Gitu doang..”komentarku dengan singkat. Ku kira ada apa dengan cinta pertamanya Vincent.
“Kok Cuma ‘Oh gitu doang’ sih?? Kamu gak cemburu?? Jangan-jangan Vincent Cuma memanfaatkanmu untuk menutupi skandalnya dengan Yoon Na-Eun! Bagaimanapun, Yoon Na-Eun itu sahabat Vincent sejak kecil, jadi kemungkinan besar dia orang yang Vincent maksud”Leslie berekomentar dengan penuh semangat.
“Kalian salah. Orang yang dimaksud Vincent itu memang aku. Vincent memanggilku dengan nama ‘Natsu’ pas kan sama ciri-ciri yang dia sebutkan? Aku juga teman Vincent waktu Vincent masih tinggal di Jepang kok!”sahutku asal-asalan. Padahal aku gak tau kalau Vincent itu pernah tinggal di Jepang atau tidak.
“Oh... Begitu... Kamu beruntung sekali ya! Bisa berteman dengan Vincent-san sejak kecil”timpal Naomi dan Leslie hampir bersamaan. Ternyata tebakanku jitu juga ya... hehehe
“Coba aku waktu kecil tinggal di Jepang juga, terus bertetangga dengan Vincent. Pasti aku berkesempatan untuk menjadi cinta pertamanya”tambah Leslie.
Aduh... kalau kalian mau Vincent ambil aja gih! Aku gak keberatan... Tapi aku masih heran, kok dia bisa begitu diidolakan ya?? Hmm...


“Ai!!!”seru Vincent di lobby Rumah Sakit tempat ku bekerja. Betapa noraknya dia.
“Iya, sayang”sahutku sok imut. Aku melangkah menghampiri Vincent. Dan lagi-lagi ia mengecup keningku!!! Oh miejien, kenapa dia begitu... MENYEBALKAN??
“Kamu udah makan?”tanya Vincent sok perhatian.
“Belum, kamu sendiri?”lagi-lagi aku berusaha mengikuti cerita drama karangan Vincent.
“Belum, kita makan yuk!”
“Ayuk!”


“Bisa kan kau gak usah mengecup keningku?”kataku dengan kesal sambil mengaduk-aduk lemon squash.
“Maaf, tapi kalau aku tidak berbuat seperti itu bagaimana yang lain mau percaya kalo kita bener-bener pacaran”sahut Vincent seraya mengusap mulutnya dengan serbet makan.
“Tapi aku ingin yang pertama mengecup keningku adalah cinta pertamaku”Aku kembali menghisap minumanku melalui sedotan.
“Cinta pertama mu?? Siapa?? Ryuu??”
“Ada deh...”
“Aku bener-bener heran sama kamu, orang seaneh dan semenyebalkan kaya Ryuu aja bisa ngebuat kamu ninggalin Jepang”
“Kamu gak tau betapa baiknya dia”
Vincent hanya diam menatapku. Aku sendiri senyam-senyum sendiri ketika mengingat Ryuu.
“Natsuki...”panggil Vincent.
“Ya??”
“Ah nggak...”
Aku mengernyitkan dahiku. Sebenarnya ada apa sih dengan Vincent?? Ia mulai terlihat aneh, tidak seperti biasanya.
“Natsuki”panggil Vincent lagi.
“Apa??”
“Kamu mau jadi temen curhat aku??”
Aku menatap Vincent dengan heran. Sebegitu mudahnya kah dia mempercayai orang lain?? “Ok, emangnya kamu mau curhat apa?”
“I miss my first love”
Aku terhenyak. Seberapa cantikkah cinta pertamanya Vincent? Seberarpa lembutkah cinta pertamanya Vincent?? Seberapa perfectkah cinta pertamanya?? sampai-sampai ia dapat membuat Vincent berekspresi selembut ini.
“Do you really like her??”
“Yes, I do.. No, no.. I really love her”
Aku hanya dapat diam melihat Vincent. Ia terlihat lembut, rapuh, dan sangat mencintai gadis itu dengan sepenuh hati. Ia bercerita tentang cinta pertamanya itu. Ia bercerita betapa bodohnya gadis itu karena sering terjatuh di tempat yang rata, ia bercerita betapa beraninya gadis itu yang membela dirinya di saat ia sedang dijahili oleh anak-anak lain, ia juga bercerita betapa baiknya gadis itu yang rela menemaninya kabur dari rumah dan menasehatinya untuk kembali pulang disaat ia tak sanggup meratapi kenyataan bahwa ayahnya telah tiada. Gadis itu sungguh hebat.
“I want she knows that I love her so much”ujar Vincent seraya menitikan air mata. “She’s so far from me, I’m too scare if she doesn’t look at me”
“Love is what your heart feels. It doesn’t mean to have each other”
“I know. Actually, I can see her every day but, she never knows what’s my heart feeling”
“Why don't you try to tell her what your heart feeling?”
“It’s so easy to say. But it’s so difficult in fact”
“Apa salahnya mencoba?? Siapa tau dia juga suka sama kamu”
“Tapi kayanya dia udah punya orang lain yang ia sukai”
“Memangnya kau tau darimana?”
“Disaat ia bertemu denganku, dia selalu bilang tentang pria lain”
“Siapa tau dia itu pengen bikin kamu cemburu? Lagian wajarkan jika seorang Yoon Na-Eun dekat dengan pria lain selain kamu”
“Na-Eun?”
“Iya. She’s your first love right?”
“No, She’s not”
“Terus siapa gadis yang kamu maksud? Bukankah kamu lagi deket-deketnya sama Na-Eun?? gadis 5 huruf awalan N=Na-Eun kan?”
Vincent tertawa kecil. “Kau salah-bukan Na-Eun orangnya”
“Lalu?”tanyaku sambil memiringkan kepalaku.
“Dia gadis yang menatapku dengan penuh rasa keingintahuan”
Aku kembali mengernyitkan dahiku. Aku tidak mengerti maksud dari ucapannya. Tapi satu hal yang ku mengerti bahwa ‘Vincent sangat mencintai gadis itu.’
“Natsuki, pulang yuk! Udah malem”ujar Vincent.
“Ah i-iya”


Aku masih memikirkan Vincent. Sebegitu besarnya kah rasa cinta Vincent pada gadis itu?? Sehingga Yoon Na-Eun yang cantik dan tinggi itu pun tak ada apa-apanya?? Apa benar Vincent itu tipe cowok setia?? Beruntung sekali cinta pertamanya Vincent itu-begitu dicintai sampai sekarang. Apalagi Vincent sudah menjadi bintang terkenal-tapi tetap saja perasaan Vincent tak berubah.
Hmm... kalau Ryuu gimana ya? Apa dia juga masih setia denganku? Atau sudah berpindah kehati lain?? Atau-bahkan-dia-sudah-menikah?? Tidak-lebih tepatnya tidak mungkin. Vincent sendiri bilang bahwa bagi Ryuu, aku adalah wanita yang menarik. Jadi pasti dia akan menungguku. Ya kan, Ryuu??
Hhh-rasanya aku ingin cepat-cepat tahun depan. Aku pengen banget ketemu Ryuu. Aku kangen banget sama dia. Ryuu-Aishiteru!!!


“Selamat pagi Natsuki”sapa Vincent ketika aku membukakan pintu apartementku untuknya.
“Ada apa?”tanyaku dengan setengah tidak sadar karena masih mengantuk.
“Boleh masuk?”
“Nggak”
Vincent mencibir mulutnya.
“Emangnya mau ngapain sih??”tanyaku sambil menggosok-gosok mataku.
“Mau main sama pacar tercinta”
“Aku bukan pacarmu”
“Yes, You are”
“No, I’m not”
Vincent kembali mencibir mulutnya.
“Ya udah, ayo masuk”putusku lalu membuka lebar-lebar pintu apartementku.


“Kamu buka restoran Jepang kan?”tanya Vincent lalu mengambil kue coklat buatanku yang aku suguhkan kepadanya.
“Kau sudah tau, kan?? Untuk apa bertanya lagi?”sahutku dengan sarkas.
“Aduh jangan gitu dong jawabnya. Biasa aja kali”
“Abis, udah tau masih aja nanya”
“Extend”
“Ya, ya. Emangnya kenapa??”
“Cuma nanya aja”sahut Vincent lalu melahap habis kue coklat yang berada ditangannya.
Uuuhh! Pria ini sungguh menyebalkan!!
“Tapi asal kau memperhatikan orang-orang yang ada disana, kau pasti mengenal cinta pertamaku”terang Vincent.
“Gadis itu sering ke Restoranku??”hebohku.
“Yap!”
“Hmm..ciri-cirinya kaya gimana sih?”
“Tentu saja ia cantik, tinggi dan eksotis...”jawab Vincent berlebihan.
“Eksotis?”
Vincent tertawa kecil. “Yap!”
“Berarti dia pelanggan tetapku ya?”
“Gak tau juga deh”
“Lho kok? Kok gak tau sih?”
“Sebenernya sih aku tau dia itu kesana sebagai apa, tapi aku tidak akan memberitahumu”ucap Vincent sambil menoyor dahiku.
“Kenapa aku gak dikasih tau?”tanyaku seraya memegangi dahiku yang habis di toyor oleh Vincent.
“Kenapa kamu mesti tau?”
“Kan siapa tau aku bisa membantumu”
“Kau tak kan pernah bisa membantuku dalam hal ini”
“Kenapa?”
“Karena kau tak kan bisa memaksakan kehendak hatinya”
“Dia keras kepala?”
Vincent terseyum. “Bukan keras kepala, tapi pendiriannya sangat kuat”
“Gadis yang hebat...”kagumku.
“Ya iya dong! First love nya Vincent! Emangnya kamu, cinta pertamanya Cuma Ryuu”
“Siapa bilang cinta pertamaku Ryuu??”
“Aku”
“Orang bukan Ryuu”bohongku.
“Lalu siapa?”
“Dia orang yang selalu ada untukku”
“Maksudmu aku?”
“GR banget kamu! Heh, emangnya kamu slalu ada disaat aku kesusahan? Lagipula kita baru saja bertemu. Jadi mana mungkin kamu?”
“Kita udah bertemu kok sebelumnya”
“Maksudmu??”
“Ya, kita sebenarnya sudah saling mengenal sejak beberapa tahun yang lalu”
“Haaa??”
“Kamu benar-benar lupa aku??”
“Hee??”
“Aku Ryuu. Kalau di publik namaku Vincent van Eldik, karena ayah tiriku bernama Gergie van Eldik”
“Ka-kamu serius?”
Vincent terdiam sejenak. Ia menunduk. Jantungku semakin berdegup kencang. Benarkah dia itu Ryuu?
“Tentu saja bohong!”jawab Vincent setelah diam lamanya.
“Dasar!! Menyebalkan!!!”


Dua

Beberapa bulan setelah kejadian itu kami jadi lebih sering bertemu. Aku juga sering berdebat dengannya tentang hal-hal yang sebenarnya sangat sepele. Semakin mengenal Vincent, aku semakin mengerti arti cinta sesungguhnya. Ia mengajariku banyak hal, dari mulai bersabar dan setia. Setia pada satu orang yang dicinta, setia pada orang yang mencinta, dan setia pada satu cinta. Semakinku mengenalnya semakin mengingatkanku pada sosok Ryuu, semakin membuatku rindu pada sosok Ryuu, dan semakin membuatku menyayangi Ryuu. Ryuu... dimanakah kau berada gerangan?? Aku rindu sekali padamu... Ohhh... Ok, aku berlebihan.
“Gak kerasa ya udah 5 bulan”ucap Vincent tiba-tiba saat kami berdua sedang makan siang di salah satu Restoran mewah di Amsterdam.
“Apanya?”tanyaku, lalu kembali melahap sesuap puding susu yang yummy.
“Hubungan kita”jawab Vincent sambil tersenyum, lalu kembali menegak Maccha.
“Oh iya ya. Meskipun bohongan rasanya seperti baru kemarin saja”
Vincent kembali tersenyum dan menatapku. Aku hanya dapat menunduk dan terus memasukan dessertku kedalam mulut seolah-olah tidak merasa diperhatikan olehnya. Tiba-tiba saja Vincent bangkit dari duduknya-lalu ia mencondongkan tubuhnya kearahku. Dan-Ssstt-dia mengusap bibirku dengan serbet.
“Belepotan”ujarnya sambil tersenyum manis sesaat setelah ia mengusap bibirku.
“Maaf. Kamu harus maklum karena aku udik”ucapku asal-asalan.
“Kenapa harus minta maaf?? Lucu lagi”
Hmmm... kalau aja aku gak hati-hati bisa jadi aku udah falling in love sama dia. Apalagi dia itu sangat tau bagaimana cara memperlakukan seorang wanita. Selama aku bersama dengan Vincent, aktivitasku bertambah. Dari yang awalnya hanya bekerja dan have fun, sekarang aku jadi harus sering bersama dirinya di event-event tertentu dan menghadiri jumpa pers dan juga talk show. Benar-benar melelahkan...
Tiba-tiba saja Hp Vincent berdering. Vincent meraih Hp nya dan menatap layar Hpnya. Lalu ia terdiam menatapku.
“Kenapa?? Kenapa nggak di angkat?? Dari siapa??”Rasa penasaranku tak melebihi rasa keinginan untuk menyantap habis puding susu ini sehingga setelah selesai bertanya aku langsung menyantap puding susu ini..
“I-itu.. dari ibu”jawab Vincent dengan gugup. Aku heran, kenapa mesti gugup bila ibunya yang menelepon?? Apakah itu.... Yoon Na-Eun??
“Terus kenapa gak diangkat?”
“A-aku angkat ya”ujarnya lalu menerima panggilan tersebut.
“Ya?? Vincent lagi diluar sama Natsuki, Bu... Iya. Iya, Vincent juga gak akan lama. Iya, Bu...”ucap Vincent menggunakan bahasa Belanda yang fasih.
Aku mengerutkan keningku. Kenapa Vincent menggunakan bahasa Belanda saat ia berbicara dengan Ibunya?? Bukankah ibunya orang Jepang??
“Kenapa?”tanyaku.
“Itu, Ibu diminta dianterin ke rumah kerabat nanti malam”sahut Vincent seraya kembali menyimpan Hpnya di saku celananya.
“Oh...”komentarku dengan singkat.
Tak lama kemudian, Hp Vincent kembali berdering. Vincent meraih Hpnya kembali dan menatap layar Hpnya. Lalu ia kembali menatapku.
“Kenapa? Ibumu lagi?”tanyaku.
“Na-Eun”jawab Vincent.
“Terus kenapa?? Cepat angkat teleponnya”Vincent pun melakukan perintahku.
“Iya, Na-Eun?”sapa Vincent kepada Yoon Na-Eun di sebrang sana.
“Vincent, kamu mau ya menemani ku belanja?”pinta Na-Eun.
“Maaf aku gak bisa, aku lagi sama Natsuki”
“Kenapa?? Kenapa kau jadi seperti ini padaku?? Apakah kau menyukainya? Bukankah kau dengannya itu hanya untuk status palsu?”
“Na-Eun...”
“Vincent jahat!! Tega sekali menelantarkan sahabatmu sejak kecil, demi gadis lain yang baru kau kenal baru-baru ini”
“Yoon Na-Eun...”
“Aku benci Vincent!! Kenapa sih kamu tega melakukan hal ini padaku? Apa gadis itu lebih penting dariku?!”
“Na-Eun dengarkan aku dulu..”
“Kamu yang harus mendengarkan aku! Kalau kamu gak datang menemuiku, aku tak sudi berteman denganmu lagi!”tutup Na-Eun.
“Na-Eun! hey! Sial!”umpat Vincent sambil menatap layar Hpnya.
“Kenapa?”tanyaku dengan datar.
“Hah?? Nggak..”jawab Vincent.
“Na-Eun minta kau menemuinya?”
“Ng-nggak kok!”
“Temuilah dia”
“Natsuki...”
“Bagaimanapun aku bukan siapa-siapa kamu dalam kenyataannya. Lagipula habis ini aku ada janji dengan Leslie dan Naomi”bohongku.
“Bener gak pa-pa?”
Aku mengangguk sambil tersenyum.
“Makasih, Natsuki”seru Vincent lalu berlari menjauhiku.
Kurasakan ada sesuatu yang mengalir di kedua pipiku. Ku sentuh kedua pipiku. Lembab... Mengapa aku menangis??


“Natsuki!”Seseorang tengah memanggilku. Aku pun menoleh. Kulihat Paul van Damme berlari menghampiriku.
“Hey, Paul”sapaku setelah Paul berdiri tepat di hadapanku.
“Sendirian?”tanya Paul.
“Well, I went here with someone. But he had a important thing and leave me alone. You?”
“Pity Natsuki. Kalau aku sih emang sendirian kesini, lagi nyari buku tambahan buat nulis tesis. Oh ya, kamu udah selesai?”
“Puji syukur udah. Tinggal di sidang”
“Enak sekali kamu... Berapa halaman??”
“I don’t know the detail. But is about 382 maybe??”
“Waw, banyak banget. Aku aja Cuma 400”
“Are you stupid?? 400 is more than 382”
“Hahaha. You’re right”
Aku hanya tertawa kecil. Paul memang rada-rada over dalam memujiku. Ia selalu memuji pekerjaanku, meskipun kasang-kadang aku salah. Paul adalah temanku di AU(Amsterdam University atau sering disebut University of Amsterdam). Ia satu jurusan denganku. Ia juga sering meminjamkan buku untuk referensi tesisku. Aku pernah satu kali ke apartementnya. Apartementnya sangat luas, di apartementnya juga terdapat perpustakaan yang cukup besar bagiku. Dan koleksi bukunya sangat banyak. Dari cerpen-cerpen yang sangat ringan untuk dibaca sampaisampai filosofi yang sangat sulit untuk dimengerti.
“Natsuki, nanti malam ada waktu?”tanya Paul sambil membenarkan posisi kacamatanya yang mulai turun.
“Ada, kenapa?”Aku berpura-pura untuk tidak tahu maksudnya. Padahal aku tau, pasti dia akan mengajakku kencan. Sebenarnya sih Paul sering sekali mengajakku kencan, tapi selalu ku tolak dengan dalih sibuk memikirkan judul tesis untuk disidang atau sibuk mencari referensi untuk tesis.
“Aku mau mengajak mu makan malam. Mau?”jawabnya sambil tersipu malu.
“Mmm... boleh. Jam berapa?”Tanyaku dengan sok manis.
“Jam 7 aku jemput di lobby apartementmu. Makasih sebelumnya”
Aku tersenyum. “Ya, sama-sama. Lagipula seharusnya aku yang berterima kasih”
“Natsuki bawa mobil?”
Aku menggeleng. “Tadi aku pergi kesini dengan Vincent, jadi gak bawa mobil”
“Kalau gitu aku antar ya?”
“Makasih”


Pada pukul 05.00pm seseorang menekan bel apartementku. Aku yang tadinya tengah asyik mendengarkan musik di Hpku seraya berbaring di kamar-langsung melangkah menuju pintu apartementku. Sebelum kubukakan pintu apartementku untuk seseorang yang tadi menekan bel apartementku, aku melirik ke layar monitor yang menunjukan siapa yang berada di depan pintu apartementku.
Ah, Vincent rupanya...
“Sore Natsuki”sapa Vincent dengan ramah.
“Ada apa?”tanyaku acuh tak acuh.
“Kenapa sih kamu?? Kamu ngambek ya gara-gara aku tinggalin di Restoran?? Maaf deh!”
“Siapa yang ngambek?”
“Kalo gitu kamu cemburu ya gara-gara aku pergi sama Na-Eun??”ledek Vincent seraya mencubit gemas pipiku.
“Siapa yang cemburu?”jawabku dengan sarkas lalu melepaskan tangan Vincent dari pipi kiriku. Aku sungguh tidak mengerti pikiran Vincent. Mengapa ia bisa menyimpulkan kalau aku cemburu karena dia bersama Na-En?? Apakah aku terlihat seperti menyukainya?? Orang pria yang ada di hatiku Cuma Ryuu seorang, kok! Yaa meskipun kami belum pernah bertemu lagi setelah sekian lamanya-tapi yang pasti AKU TETAP MENCINTAI RYUU.
“Don’t over it, Natsuki. It’s only a joke”
“What kind of a joke that?”
“I.D.K”
Aku memasang wajah sinisku.
“Aduh jangan pasang muka kaya gitu dong! Nyeremin tau gak? Oh iya tadi aku ngeliat topi, lucu banget. Terus aku beli deh! Nih, buat kamu!”ujar Vincent seraya menyodorkan sebuah tas karton. Aku melirik kearah Vincent, lalu menerima tas itu dan membukanya. Kulihat ada sebuah topi berwarna biru muda. Modelnya bagus sekali, dan terlihat dari logonya bahwa topi ini bermerek lovely cross alias sebuah label yang sangat mahal untuk tiap produknya. Apalagi, setahu aku-topi ini adalah keluaran terbaru dari lovely cross, pasti harganya sangat mahal.
Tak hanya itu, kudapati juga sebuah kamera digital keluaran salah satu merek terkenal. Dan ini adalah keluaran baru juga!! Ini adalah kamera yang selama ini kuinginkan, karena harganya sangat mahal-aku slalu mengurungkan niatku untuk membeli kamera ini. Apalagi aku juga belum menuntaskan program study ku. Dan, ketika aku mengobrak-abrik tas itu lagi, kudapati pula sebuah cardigan hitam yang sangat lucu. Dan lagi-lagi cardigan itu bermerk lovely cross. Dan setahu aku cardigan ini berpasangan dengan jaket untuk prianya. Aku ingat sekali waktu membaca artikel cardigan bermerek lovely cross di internet-bahwa lovely cross hanya membuat 1 cardigan untuk wanita yang berpasangan dengan 1 jaket untuk pria dengan warna dan model yang sama. Dan sudah pasti harga cardigan ini sangat mahal.
“Buatku?”tanyaku yang sebenarnya masih kesal karena ditelantarkan begitu saja olehnya.
“Yap!”
“Gratis atau bayar?”
“Gratis dong! Mumpung uangnya lagi cair. Hehehe”
Aku mengambil topi biru itu, lalu menyerahkan kembali tas karton itu. “Nih! Makasih buat topinya. Besok aku ganti uangnya”ucapku dengan ketus lalu menutup pintu apartementku.
“Eits! Tunggu dulu! Kok dikembaliin sih?”cegah Vincent. Ia mendorong pintu apartementku agar terus terbuka. Aku pun kembali membuka pintu apartementku.
“Kan kamu ngasihnya topi, bukan barang-barang yang ada di tas karton itu”sahutku.
“Aduh cantik, kalau gak sama kamera dan cardigannya pasti udah aku pindahin”
“Udahlah Vincent-aku ngambil ini aja. Besok aku bayar, lagi tekor nih!”
“Siapa yang suruh bayar??”
“Tapi kan aku gak enak nerima pemberianmu yang segini mahalnya. Ingat, I’m not your sister or your wife”
“Of course you’re not my sister and my wife”
“Apa kata orang kalau mereka tau kamu ngasih hal-hal yang kaya gini ke aku??”
“Emangnya salah kalau aku ngasih hadiah buat pacarku terssayang?? Yaa meskipun hanya pura-pura”
“Bagaimana dengan Na-Eun?? apa pendapatnya kalau dia tau kau memberiku barang-barang semahal dan sebanyak ini padaku padahal aku Cuma pacar bohongan kamu?”
“Nggak tau”
“Tuh kan?? Pikir dulu dong kalau mau bertindak”
“Kok kamu jadi marah gitu sih?”
“Suka-suka aku”
“Terus gimana?? Yaa Natsuki... Di ambil dong...”
“Kenapa gak kasih ke Na-Eun aja?”
“Dia kan bukan...”
“Bukan...??”
“Ah, dia kan udah sering aku traktir jalan-jalan. Kamu kan nggak”
“Ok. Aku terima. Tapi nanti aku ganti”
“Gak usah di ganti. Apalagi kamera itu”
“Kenapa??”
“Kalau yang lainnya karena aku gak mau. Dan aku ingin memberimu hadiah. Tapi kalau yang kamera-itu dari Ryuu”
What?! Ryuu?? Vincent bilang kamera ini dari Ryuu?? How can It be??
“Ryuu??”heranku.
“Ya. Kata dia, kamu sangat menginginkan kamera itu. makanya ia memintaku untuk mengantarkan kamera itu padamu”jelas Vincent.
“Kau bertemu dengan dia??”
“Mungkin bisa dibilang begitu”
Aku mengerutkan dahiku. “Kabarnya dia gimana?? Baik-baik saja kan?”
“Yap! Dia baik-baik saja”
“Vincent, aku mau tanya”
“Apa??”
“Sini telingamu”ujarku. Vincent pun menuruti perkataanku.
“Ryuu udah nikah belum?”tanyaku dengan berbisik.
Vincent tertawa mendengar pertanyaan konyolku. Aku hanya dapat mencibir mulutku sambil melihatnya tertawa geli.
“Kamu suka padanya ya??”tanya Vincent yang masih tertawa geli.
“That’s not important! Just answer my question!”kesalku.
“Ngaku dulu... baru aku jawab”
“Udah sih! Tinggal jawab aja! Ribet banget sih”
“Ya ribetlah! Aku kan mesti mengulang ingatanku tentang dirinya”
“Apaan sih?? Gak jelas ah! Bilang aja sih kalo gak mau jawab!”
“He hasn’t okay! He hasn’t got marry! He always waits for you! Gitu aja ngambek”
“Are you try to give me a bullshit??”
“No! Of course not! I just tell the truth”
Ryuu?? Dia belum nikah Cuma karena menungguku?? Oh mijien! Betapa setianya dia!!! Tunggu aku ya Ryuu!! Beberapa bulan lagi, aku pasti akan menemuimu! Ya, PASTI!!
“Hehehe”Aku jadi senyam-senyum sendiri setelah mendengar pernyataan Vincent.
“Hey! Kenapa kau malah ketawa-ketawa gak jelas”tanya Vincent seraya menggerak-gerakan tangannya didepan mataku.
“Gak kenapa-kenapa”sahutku dengan mantap.
“Oh ya, malam ini kita makan di luar yuk!”
“Maaf aku udah janji akan candlelight dinner dengan seseorang”
“Siapa?”
“Tentu saja bukan dengan seseorang yang akan meninggalkanku sendirian di restoran”
“Jadi kamu marah sama aku?”
“Dimana kata-kataku yang menyatakan kalau aku marah padamu?”
“Yaa gak ada sih”Vincent menggaruk-garuk kepalanya. “Tapi gak enak aja denger kalimat itu. jadi tersinggung”
“Kalau gak mau tersinggung jangan didengerin dong!”
“Tapi kan aku punya telinga...”
“Siapa yang suruh punya telinga??”
“Hey, kau mulai menyebalkan lagi”
“Terserah aku dong! Suka-suka aku lagi!”
“Ya gak bisa begitu dong, kalau kau menyebalkan aku repot tau!”
“Kenapa kamu bisa ikutan repot , hah?”
“Cerewet banget sih kamu! Dasar cewek gila, cewek kasar, cewek bawel!”
“Apa kau bilang?!”
“DASAR CEWEK GILA!! CEWEK KASAR!! CEWEK BAWEL!! Dan satu lagi DASAR NENEK SIHIR!!”
“Makasih atas pujiannya , KAKEK YANG PUNYA PENYAKIT SCHIZOPHRENIA”
“Sama-sama”balas Vincent dengan tersenyum. “Eh?! Apa kau bilang?!”
“Kakek yang punya penyakit Schizopherenia”
“Apa?!”
“Uhh! Masih kurang jelas ya, Kek? Nih ya KAKEK YANG PUNYA PENYAKIT SCHIZOPHERENIA!!”
“Makasih atas pujiannya, JELEK”
“Oh, sama-sama, BURUK RUPA!”
“Huu ngikutin”
“Biarin”sahutku seraya melipat kedua tanganku dihadapan dadaku.
“Oh ya, aku memberi nomer ponselmu pada Ryuu”
“Hah??”
“A-ku mem-be-ri no-mer pon-sel-mu ke Ry-uu”
“Kau serius?”
“Yap!”
“Berarti kamu udah mengizinkan aku bertemu dengan Ryuu dong”
“Teleponan sih boleh. Tapi kalau ketemuan sih nggak”
“Oh.. Begitu...”Yess! akhirnya aku bisa ketemuan sama Ryuu!!! Meskipun Vincent tidak mengizinkanku, dia pasti tidak akan tau kalau aku akan mengajak Ryuu untuk bertemu. Hohoho. Tapi sebenarnya dia itu tahu tidak ya tentang resiko ini?? Apa dia benar-benar BODOH??
“Hentikan mengkhayal yang tidak-tidak”ujar Vincent tiba-tiba seraya melipat kedua tangannya didada.
“Maksudmu??”
“Jangan kau pikir kalau aku bodoh karena memberi nomer ponselmu pada Ryuu”
“Ha??”
“Aku tetap tak akan membiarkanmu bertemu dengannya sebelum kita benar-benar setahun menjalin hubungan ini. Kalau kalian melanggar, aku akan membuat berita tentang kontrak kita di televisi-agar citramu itu turun. Tentu saja Ryuu sudah ku beritahu tentang hal ini”
SIAL!!


“Natsuki”
“Hah?!”Aku terhenyak.
“Kenapa sih daritadi kamu melamun saja?? Apa ada masalah??”tanya Paul saat kami sedang makan malam berdua di salah satu Restoran Perancis termewah di Amsterdam.
“Ah nggak... Nggak kenapa-kenapa”
Paul tersenyum.
Hari ini Paul kelihatan tampan sekali dengan jas hitam elgan yang ia kenakan. Dia benar-benar cool!! Tapi tetap saja, Ryuu is the best!
“Natsuki cantik sekali ya malam ini”puji Paul.
“Memang biasanya aku tidak cantik ya??”
“Tentu saja cantik! Setiap hari –Natsuki pasti cantik! Sangat menyilaukan. Hanya saja-malam ini kau terlihat lebih cantik dengan balutan gaun malammu ini”
“Makasih”


“Fujioka Natsuki...”
Pandanganku gelap. Aku pun membuka kedua mataku. Kulihat wajah Vincent sangat dekat dengan wajahku. Matanya pun terpejam. Jangan-jangan tadi dia mencium bibirku lagi?!
Ku lihat matanya mulai terbuka. Ketika dia melihat aku sedang menatapnya,-Vincent pun terbelalak dan melompat ke belakang.
“Na-Natsu..Natsuki udah bangun??”sontak Vincent.
“Menurutmu??”
“Ummm... udah”
Aku bangkit dari tidurku dan duduk ditepi sofa hitam yang sangat ku kenali ini-sofa milik Vincent. Vincent membantuku untuk mendapatkan posisi yang sesuai, karena jujur saja entah mengapa kepalaku terasa pening.
“Kenapa aku ada di apartementmu??”tanyaku sambil memegangi kepalaku yang terasa pening.
“Kenapa kau malah tanya aku? Seharusnya aku yang tanya ‘Kenapa kamu tidur di depan pintu apartementku?’ Aku saja kaget ketika aku pulang aku mendapatimu tertidur di depan apartementku”
“Haah??”
“Malah ‘haah?’ lagi. Emangnya tadi malam kamu nungguin aku?”
“Nggak tau”
“Lho, kok gitu?”
“Entahlah... Aku sama sekali tidak ingat”
“Natsuki bego ya”
“Apa?”
“Natsuki bego..”
“Hey, kenapa kau menyindirku seperti itu??”
“Bukan menyindir, tapi fakta”
“Uggh!”
“Mana ada orang yang lupa sama apa yang ia lakukan tadi malam”
“Iya, iya! Aku emang bego! so??”
“I want you to be my ----- -------”lirih Vincent dengan suara yang hilang.
“Haah?? I beg your pardon?”tanyaku yang tak mendengar ucapan Vincent dengan jelas.
“Ah lupakan...”



“I know that you're hiding things. Using gentle words to shelter me. Your words were like a dream. But dreams could never fool me. Not that easily. I acted so distant then. Didn't say goodbye before you left. But I was listening. You'll fight your battles far from me. Far too easily. "’Save your tears cause I'll come back’. I could hear that you whispered as you walked through that door. But still I swore. To hide the pain when I turn back the pages. Shouting might have been the answer. What if I'd cried my eyes out and begged you not to depart. But now I'm not afraid to say what's in my heart”lagu yang berjudul 1000 words ini terdengar dari ponselku-pertanda bahwa seseorang tengah meneleponku. Ku raih ponselku yang kuletakan diatas meja laptopku. Ku lihat layar ponselku-ternyata nomer yang tidak dikenal.
“Moshimoshi”sapa orang yang meneleponku dengan lembut. Aku mengernyit. ‘Moshimoshi’?? apakah dia orang Jepang?? Tapi siapa?? Lagipula dia menggunakan nomer Amsterdam kok! Tapi kenapa dia menyapaku dengan moshimoshi?? Apa mungkin dia itu...
“Moshimoshi...” balasku
“O genki desu ka, Natsu???”
Aku terbelalak. Satu-satunya orang yang memanggilku Natsu itu.... Ryuu!!
“Ryuu??”
“Iya”
Oh~ betapa bahagianya aku!!!
“Hey, selama ini kamu tinggal dimana sih? Aku cariin tau gak”
“Ya aku tau. Aku tau semua tentang Natsu. Aku selama ini hanya diam berdiri disini-menunggumu untuk sadar”
“Sadar?”
“Ya sadar”
“Sadar akan hal apa??”
“Betapa nekatnya dirimu pergi jauh dari orang tuamu hanya demi menyusulku-kamu kan penakut dan cengeng”
“Itu kan dulu.. Sekarang aku sudah berubah menjadi gadis yang..”
“Tegas, pintar dan cantik-ya kan?”potong Ryuu.
Aku hanya diam dan tak memberi komentar. Jantungku bedetak dengan kencang seolah memainkan lagu dengan tempo yang sangat cepat.
“Natsu, aku ingin sekali bertemu Natsu. Aku...aku rindu sekali dengan Natsu”ucap Ryuu dengan lembut di sebrang sana.
“Ummm... A-aku...juga...”
“Aishiteru”
Aku kembali terbelalak. Ryuu menyatakan cintanya padaku!!! Oh senangnya!
“Ai...Aishiteru mo”
“Jadi??”
“Jadi apa??”
“Ka-kamu mau jadi pacar aku??”
“Justru seharusnya aku yang harus bertanya padamu. ‘Apakah kamu mau menungguku menyelesaikan urusanku dengan Vincent?’”
“Tentu saja aku mau. Karena aku sangat cinta sekali dengan Natsu”
“Aku juga sayang sama Ryuu”balasku dengan merona.
“Cuma sayang??”sindir Ryuu lembut.
“Ummm...”
Ryuu tertawa kecil. “Miss baka tetep aja baka ya...”
“Apa?!”
“Miss baka tetep aja baka”
“Jadi kamu ngatain aku bego??”
“Yap!”
“Ugh!”
“Lagian masa ada manusia normal yang sering banget jatuh di tempat yang rata”
“Sial”
“Haha”Ryuu kembali tertawa. “Tapi kalau kamu nggak baka, mungkin aku gak akan suka sama kamu”
“Cuma suka??”sindirku.
Ryuu tertawa kecil. “Kamu ya, pinter banget ngebalik omongan orang”
Aku hanya terkekeh.
“Bukan Cuma suka, tapi sayang dan cinta juga”
Deg!!
Oh my god!! Jantungku berdebar-debar. Aku ingin sekali menangis begitu mendengar ucapan Ryuu yang begitu romantis bagiku.
“Natsu??”panggil Ryuu disebrang sana.
“Hah?! Apa?”Lagi-lagi aku melamun.
“Kenapa?”
“Nggak kenapa-kenapa”
“Ummm... Oh ya Natsu, kamu tak kan jatuh cinta pada Vincent kan?”
DEG!!
“Kamu kok nanya nya yang aneh-aneh gitu sih??”
“Just answer it, Natsu”
“....”
“Natsu??”
“Yes I’ll never”
“Promise??”
“Promise”
“Thanks. Aku sangat takut kau jatuh cinta padanya”
“Aku gak mungkinlah jatuh cinta padanya-secara dia itu menyebalkan, aneh, sok cool, sok imut, kadang-kadang manja dan...”sahutku dengan semangat.
“Wah kamu tau banyak tentang Vincent ya??”sela Ryuu sambil menyindirku dengan lembut.
Aku berusaha mengontrol diri, padahal jantungku rasanya seperti mau copot ketika mendengar nama Vincent. “Gimana gak tau banyak kalo selama 5 bulan pacaran?? Yaa meskipun Cuma pura-pura”
“Tapi biasanya kau malas sekali memperhatikan seseorang yang menyebalkan, aneh dan sebagainya”
“Sudah deh gak usah bahas dia. Bahaslah tentang masa kecilmu yang konyol itu”alihku.
“Ada yang mengalihkan pembicaraan nih”Ryuu terkekeh.
“Siapa yang ngalihin??”kilahku.
“Kamu!”sahut Ryuu dengan cepat. “Lagian yang memiliki masa kecil yang konyolkan kamu-bukan aku. Kalau aku sih masa kecil yang indah karena dikelilingi oleh gadis-gadis cantik”tambah Ryuu.
“Idih! Jijik tau gak dengernya. Heh, kamu tuh dikelilingi anak-anak perempuan karena mereka sangka kau juga perempuan! Apa kamu lupa kalau ada seorang anak lelaki komplek sebelah yang menyatakan cintanya padamu”sahutku berapi-api.
“Jangan ungkit-ungkit hal itu dong!”
“Biarin”
“Tapi berarti aku lebih cantik dari kamu yang sebenarnya perempuan tulen”
“Maksudmu??”
“Natsu Jelek”


Mata hitam bening gadis Asia yang tinggi, putih dan cantik itu sedang terdiam menatapku. Entah ada angin dan petir darimana ia memintaku untuk bersedia menemuinya disalah satu kafe Itali yang ramai dikunjungi pengunjung yang rata-rata pengunjungnya merupakan mahasiswa.
Ia terus menatapku. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Sejak tadi ia hanya diam tak bersuara. Terlihat gurat kecemasan dari wajahnya. Cemas akan apa?? Apa yang harus dicemaskan?? Aku bingung harus berbuat apa.
“Aku ingin kau menjauhi Vincent”pinta Na-Eun dengan tegas seolah-olah Vincent miliknya. Terkadang aku sangat kesal dengannya karena selalu merengek pada Vincent untuk ditemani belanja-padahal Vincent sedang bersamaku. Memang sih, aku tak berhak atas waktu Vincent-setidaknya bisa kan dia menghargaiku??
“Apa maksudmu?”Aku benar-benar kesal dengan gadis ini. Aku tau aku bukan sahabatnya Vincent sejak kecil seperti dia-namun apakah dia berhak untuk menjauhkan Vincent dengan temannya? Seandainya saja dia kekasih Vincent-pasti aku akan terima permintaannya itu.
“Aku tak ingin kau terlalu dekat dengan Vincent”terang Na-Eun dengan singkat namun sangat jelas.
“Kenapa? Apakah aku tidak berhak untuk berteman dengan orang yang berada di dunia entertainment seperti kalian??”tanyaku dengan menyindir.
“Bukan maksudku seperti itu. Andai saja kau bukan Fujioka Natsuki-pasti aku tidak akan mencegah kau akrab dengannya”
“Kenapa? Apa salahnya menjadi seorang Fujioka Natsuki?”
“Kau tahu atau pura-pura tidak tahu sih?”
“Apa maksudmu? Kata kan dengan singkat dan jelas”
“Aku mencintai Vincent”lirih Na-Eun dengan suara yang parau.
Aku terbelalak. Aku hanya dapat diam menatap gadis cantik yang wajahnya dihiasi aliran air mata yang membasahi pipinya
“Aku takut kau mencintainya juga. tapi gak mungkin kau juga mencintainya, kan??”tambah Na-Eun dengan serak.
Aku hanya diam tak menjawab. Mendengar pernyataannya dan pertanyaannya membuatku bagaikan tersambar petir. Mengapa ia setakut itu sehingga ia berani mengajakku bertemu??
“Fujioka-san, jawab aku”pinta Na-Eun dengan suara yang parau.
Mengapa gadis secantik dia bisa khawatir orang yang dicintainya mencintai orang lain?? Mengapa ia menganggapku saingan dalam percintaannya? Tidak tahukah dia bahwa Vincent juga mencintainya(setidaknya menurutku)?? Dia begitu cantik dan sempurna, sedangkan aku??
Air mata yang sejak tadi mengumpul di mata Na-Eun lambat laun jatuh dan mengaliri pipinya yang mulus itu. tak ada suara tangis kepedihan-yang ada hanya air mata yang mulai membasahi pipi model yang dulunya seorang Miss France.
“Tidak bisa kah kau menjawab pertanyaanku??”tanya Na-Eun lagi.
“Aku... Aku tidak mungkin mencintainya”jawabku dengan datar.
“Mau kah kau berjanji padaku??”
“Janji apa??”
“Bahwa kau tak kan mencintainya”
“A-aku...”


“Natsuki-san?”
“Y-ya?”Aku terhenyak.
“Kenapa sih? Kok melamun saja?? Apakah Natsuki-san sudah kebal dengan godaan Taichazuke yang sangat enak ini?”goda Naomi.
“Aku gak melamun...”
“Emangnya kau kira kami sangat bodoh?”timpal Leslie.
“Maksudmu??”
“Kami tau kau sedang ada masalah. Tidak bisakah kau mempercayai kami sedikit saja untuk membantu menyelesaikan masalahmu”
“Ini bukan masalah percaya atau tidak percaya...”
“Apapun itu masihkah kau bersikeras untuk menutupi hal itu dari kami?? Bukan kah kami ini sahabatmu?”
“Maaf...”Jawabku dengan singkat seraya mengalihkan pandangan mataku dari mereka.
Entah apa ekspresi Leslie dan Naomi setelah melihat diriku yang mulai menutup diri darinya. Yang ku tahu, mereka berdua beranjak dari kursi mereka dan pergi begitu saja tanpa pamit padaku. Kurasa mereka berdua marah padaku.
Teman-teman... Maafkan aku....


Malamnya Vincent menelepon ke ponselku-katanya ia sedang berada di Stockholm, Swedia untuk shooting film terbarunya yang berjudul ‘Meine Liebe’ yang harus selesai rampung pada bulan Juli nanti.
“Kamu mau dibawakan oleh-oleh apa?”tanya Vincent melalui telepon.
“Aku minta negara Swedia”jawabku asal-asalan.
Vincent tertawa kecil. “Kapan-kapan...”
“Kenapa kapan-kapan?”
“Karena hal itu gak mungkin Natsuki ku sayang”
“Kenapa kamu gak langsung bilang’gak bisa’?”
“Aku emang gak mungkin membawa Swedia ke hadapanmu-tapi aku kan bisa membawamu ke Swedia suatu hari nanti”
“Aku gak butuh janji palsu”
“Palsu?? Aku gak pernah berjanji palsu”
“Kamu tidak akan melakukan hal itu-aku yakin”
“Kenapa??”
“Karena yang akan kau bawa ke Swedia pasti Yoon Na-Eun-bukan aku”
Vincent terdiam-begitu pula denganku. Hening... Tak satupun dari kami yang berucap. Hanya diam...
“Apakah Na-Eun mengatakan sesuatu padamu??”tanya Vincent memecah keheningan.
“Bukan mengatakan sesuatu. Tapi menyatakan sesuatu”
“Apa??”
“Tentang perasaannya padamu”jawabku sambil menahan tangis yang hampir pecah. Rasanya aku benar-benar ingin menangis.
“Perasaan??”
“Ya. She loves you”Air mataku mulai mengaliri lekuk pipiku. Mengalir sedikit demi sedikit namun pasti. Aku menyeka air mataku sendiri. Dan berusaha untuk mengendalikan perasaanku.
“Ka-kamu bercanda, kan?”
“Aku serius Vincent”
“Tapi hal itu gak mungkin-dia tau kalau aku mencintai seseorang yang bukan dirinya”
“Jadi kau mau bilang aku sedang membual?”
“Bukan begitu...”suasana kembali hening.
Air mataku terus bercucuran tiada hentinya. Ya, aku menangis. Tapi aku sendiri tidak tahu mengapa aku menangis. Sedih kah? Bahagia kah? Atau... Cemburu?? Entahlah-aku tak mengerti dan tak mau mengerti.
“Natsuki, kau menangis?”tanya Vincent. Sepertinya ia mendengar aku terisak-isak.
“Ya...”jawabku dengan jujur.
“Kenapa?”
“Aku sendiri tidak tau! Jangan tanya kan padaku bodoh!!”
“Apa karena kau sendiri mencintaiku?? Ayoo ngaku!”sindir Vincent dengan lembut.
Aku tertawa kecil. “Mungkin”jawabku asal-asalan.
Vincent menimpali, “Bukan mungkin-tapi pasti”
“Kalau aku mencintaimu berarti aku gila”
“Kenapa?”
“Karena telah mencintai orang gila”
“Sial”umpat Vincent.
Aku kembali tertawa.
“Dasar gila! Gak ada yang lucu tau!”
“Ada”
“Mana??”
“Aku yang lucu”
“Hoeks!!”
Perbincangan mulai kembali santai. Suasana pun tlah berubah. Dari suasana yang setegang tadi kini tengah berubah menjadi suasana yang hangat. Dan pastinya membuatku bahagia. Hanya Vincent yang dapat melakukan hal ini-ya hanya Vincent. Tu-tunggu jangan-jangan Vincent sengaja berkata seperti itu agar aku tak kembali sedih??
Entah sengaja atau tidak-aku hanya ingin mengucapkan ‘Terima Kasih, Vincent’


Cause you know I love you
Love you so much...
Cause you know I need you
Don’t leave me alone...

Where do you go, baby??
Baby, I feel so alone here
And I miss you so
Don’t you know, baby??
I love you so....

Single lagu Vincent terdengar dari laptop milikku. Ya, selain seorang aktor ia juga seorang penyanyi yang bersuara emas. Sangat bening dan lembut. Begitu menyayat...
“Hoy! Serius amat”sapa Paul menganggetkan diriku.
Aku mendongakkan kepalaku, lalu menatapnya.
“Ya, tadi ketinggalan ngetiknya-jadi pinjam flashdisk temen. Mau di copy”jawabku, lalu kembali menatap layar laptopku.
“Kalo masih ada yang gak bisa, serahin aja ke aku. Paul siap membantu Natsuki kapan saja”ucapnya seraya hormat kepadaku lalu duduk dibangku taman yang sama denganku-sehingga aku bergeser sedikit dari tempat duduk ku.
Aku tertawa kecil mendengar ucapan Paul. Lalu aku menyodorkan laptopku padanya.
“Bisa rapikan susuanan skripsi ku?? Aku tidak bisa nih”terangku kemudian.
“Gak bisa atau males?”sindir Paul dengan lembut.
“Males”sahutku kemudian sambil tersenyum.
“Senyum kamu manis banget ya Natsuki”puji Paul.
Wajahku merona seketika. “Heeh??”
“Mukamu merah, malu ya??”
“Nggak”
“Terus??”
“Jangan tatap aku dengan tatapan brutalmu”
“Kalo tatapan cinta??”tanya Paul sejurus kemudian seraya tersenyum menyindir.
“Kamu apa-apaan sih?”
“Aku manusia. Kalo kamu devil”
“Kalo aku devil kenapa kamu suka sama aku?”tanyaku sewot.
Paul terlihat kaget mendengar ucapanku. Uuuppss... ya, aku keceplosan.
“Jadi selama ini kamu tau kalo aku menyukaimu?”tanya Paul dengan serius.
“Emang bener ya??”sahutku supaya terlihat tidak menyadari perasaan khusus Paul untuk ku yang sudah bersemayam dihatinya selama 2 tahun.
“Kamu duga darimana?”
“Ngasal. Abis keliatannya kamu ngefans banget sama aku”
“Oh.. Eh, nanti abis kuliah kita ke mall yuk!”
“Ngapain??”
“Main-main di arena hiburan”
“Kau tau, we’re not a baby anymore”
“Emang Cuma anak kecil yang boleh main disana”
“Ya iyalah”
“Aku inget, beberapa bulan yang lalu ada seorang gadis cantik yang minta ditemani ke sebuah arena hiburan di mall. Bahkan gadis itu merengek-rengek padaku. Namun sekarang gadis itu sok udah gede. Dasar Natsuki”
“Kedewasaan seseorang bisa datang cepat maupun lambat”
“Masa?”
“Yap!”
“Berarti kamu baru puber dong?”
“Wah cari masalah kamu ya?”
Paul tertawa kecil.“Kalo main komedi putar mau gak?”
“Emangnya aku anak TK apa?! Anak TK aja belum tentu mau”


Vincent terus menggenggam ponselnya dan mendekatkannya ke telinga.
“Maaf, nomer yang ada tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangakauan area. Silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi... beep”suara operator.
Vincent dengan kesal menutup ponselnya yang berbentuk fliptop.
Sial!!
“Vincent ayo take lagi”ujar sang sutradara.
“Sebentar”pinta Vincent lalu berjalan menjauhi tempat yang akan dijadikan latar dalam film Meine Liebe.
“And isn’t this exactly where you like and exactly where you’d like me you know. Praying for love in a lap dance and paying in naivety”lagu Panic at the Disco terdengar dari Hpnya-pertanda bahwa seseorang tengah meneleponnya.
Natsuki kah?
Dengan cepat ia meraih ponselnya yang sudah ia letakan kembali di saku celananya. Tanpa melirik layar ponselnya-Vincent menerima panggilan tersebut dengan semangat.
“Moshimoshi?”Vincent sangat berharap bahwa yang meneleponnya adalah Natsuki.
“Moshimoshi”jawab seorang gadis diluar sana dengan lembut. Vincent sangat menghafal pemilik suara ini-Yoon Na-Eun.
“Ya- ada apa Na-Eun?”tanya Vincent tidak bergairah.
“Aku Cuma ingin meneleponmu-memangnya tidak boleh?”
“Ya boleh-boleh aja sih. Tapi kalau tidak terlalu penting lebih baik tidak usah...”
“Begitu ya...”
“Ma-maksudku kan kasihan kamu. Nanti tagihan ponselmu membengkak gara-gara menelepon kemari. Kan mahal”sambung Vincent.
“Gak pa-pa kok Vincent! Bagiku menanyakan kegiatanmu disana adalah hal yang penting”sahut Na-Eun dengan ramah.
Vincent terdiam. Ia hanya menjawab pernyataan Na-Eun dengan tertawa kecil. Yoon Na-Eun, teman semasa kecilnya yang ia anggap sebagai adik sendiri. Dan Na-Eun menganggap lebih dan berharap lebih pada Vincent. Vincent sadar betul akan hal itu sejak mereka berdua masuk SMA. Maka dari itu-Vincent menceritakan tentang cinta pertamanya pada Na-Eun. sudah otomatis Na-Eun pasti pergi bertemu dengan gadis itu. Gadis yang Vincent cinta, puja dan sayang. Tak ada gadis yang istimewa selain gadis itu bagi Vincent. She’s his first love dan Vincent juga berharap She’s the last. Tak ada cinta lain maupun wanita lain dihati Vincent semenjak saat itu. semenjak gadis itu datang menolongnya dari kejahilan anak-anak lain.


“Dia aneh! Masa warna rambutnya merah. Pasti di cat! Dasar masih kecil belagu”ucap salah seorang anak lelaki yang sepertinya beberapa tahun lebih tua dari anak laki-laki yang dijambaknya.
“A-aku tidak di cat. Ini rambut asliku sejak lahir. Salah seorang orang tuaku seorang Belanda. Lihat saja mataku yang berwarna abu-abu”terang anak laki-laki yang tak berdaya tersebut sambil menahan sakit.
“Wah kau mau pamer ya?? Apa bagusnya sih mata kamu? Masih bagus juga mata kami! Apa mau ku colok matamu?”ancam anak lelaki berpostur tinggi dan besar itu seraya menjambak rambut anak lelaki yang kecil dan tak berdaya-Vincent.
“Hey, kalian sedang apa?”tanya seorang gadis kecil imut seraya menikmati permen yang sedang digenggamnya.
“Apa urusanmu?”
“Jelas aja ada urusannya denganku. Diakan tetanggaku, ya kan?”ucap gadis kecil itu dengan polos seraya mengalihkan pandangannya ke Vincent.
“Sebaiknya kamu jangan ikut campur. Pulang lah sana!”suruh Vincent yang takut tetangganya itu terluka.
“Aku gak mau!”
“Pulang!”
“Gak mau!”
“Pulang!”
“Kalian berdua cerewet!!! Heh, sini kamu!”ucap anak laki-laki yang tadi menjambak rambut Vincent.
Gadis kecil itu pun melangkah dengan tenangnya-sesuai perintah anak laki-laki yang kasar itu.
“Hey, kamu lari sana! Jangan mendekat!”suruh Vincent dengan berteriak.
“Diam kamu!”perintah anak laki-laki itu sambil mengencangkan jambakannya. Vincent hanya dapat diam dan menahan sakit.
“Ada apa?”tanya gadis itu dengan polos.
“Berikan permen itu padaku”
“Ini milik ku! Kalau kau mau beli saja di toko permen”jawab gadis itu dengan tegas.
“Hey, bandel sekali kamu ya!”hardik anak itu.
“Kamu yang bandel! Kamu yang menyiksa tetanggaku. Kamu yang akan dihukum oleh orang tuamu, nenek dan kakekmu, paman dan bibimu. Pokoknya semua akan marah padamu”
Air muka anak lelaki itu berubah. Sedikit lembut dan ketakutan.
“Orang tuamu pasti marah dan sedih bila kau melakukan hal ini. Apa kau tau itu?”tambah gadis itu.
“Aku kenal orang tuamu, Paman dan Bibi Fukazawa sangat baik padaku. Mengapa kau tidak?”
Sebulir air mata jatuh di pipi anak lelaki itu.
“Maafkan aku...”ucapnya lalu melepaskan jambakannya.
“Aku... Aku hanya ingin diperhatikan oleh kedua orang tuaku... mereka sibuk dengan kerjaan mereka sendiri-sendiri. Apakah mereka tidak tau kalau aku sangat kesepian?”tanya anak itu dengan penuh kesedihan yang mendalam lalu terduduk ke tanah. Vincent hanya dapat diam melihat semuanya.
Gadis kecil itu mengusap-usap kepala anak lelaki itu. “Aku akan bicara dengan Paman dan Bibi Fukazawa. Setelah hal itu terjadi kamu pasti tidak akan kesepian”ucapnya dengan tulus.
Dan benar saja. Semenjak saat itu anak lelaki yang kasar itu berubah menjadi lebih akrab, lembut dan ramah. Ia pun meminta teman-temannya yang lain ikut meminta maaf pada Vincent dan gadis itu. Bahkan mereka bertiga sering bermain bersama.
Ya, gadis kecil itu dapat mengubah seseorang dengan kata-katanya. Dapat menyihir orang dengan kata-katanya. Dapat dipercayai orang dengan kata-katanya. Kata-katanya bagaikan sihir-sihir yang membuat semua orang bahagia. Gadis itulah yang dipuja, dikagumi dan dicintai oleh Vincent. Gadis yang berkepribadian kuat.


“Vincent???”panggil Na-Eun melalui sambungan telepon.
Vincent tersadar dari lamunan panjangnya.“Y-ya?”
“Kamu kecapekan ya??”
“Ah, tidak juga”
“Aku ke sana ya?? Nemenin kamu”
“Nggak usah Na-Eun. itu merepotkanmu”
“Nggak merepotkan, kok! Lagipula jadwal ku...”
“NGGAK PERLU NA-EUN! BISAKAH KAU DENGARKAN PERKATAANKU?”sela Vincent yang tiba-tiba menjadi emosi.
Air mata Na-Eun mulai mengumpul dikedua pelupuk matanya. Hatinya sangat sakit mendengar ucapan Vincent yang sangat kasar baginya. Vincent tak pernah seperti ini-ya, tidak pernah. Semenjak bertemu dengan Natsuki, sikap Vincent pada Na-Eun pun berubah.
“Na-Eun, maafkan aku...”lirih Vincent disebrang sana.
Tuuut...
Na-Eun memutus sambungan teleponnya tanpa berkata apa-apa.


“Kalo kamu pasti kuat ngadepin hal ini. Kamu kan gadis yang kuat”ucap Ryuu melalui sambungan telepon.
“Bagaimanapun, aku Cuma manusia biasa-aku gak mau sahabat terdekatku memusuhiku”balasku.
“Mereka gak memusuhimu, kok! They just need a time”
“Butuh waktu?? For what??”
“Untuk meyakinkan diri mereka sendiri kalau kamu adalah sahabat mereka”
“Maksudmu??”
“Ya, sebagai seorang sahabat pasti merasa sakit hati bila ada sahabatnya yang menutup diri. Sehingga mereka menyangka kalau mereka gak layak untuk menjadi sahabatmu”
“Tapi kan mereka tau sendiri, kalau aku slalu menganggap mereka sahabat”
“Tapi kamu juga bersikap menutup diri dari mereka. Sehingga mereka menganggap seperti itu”
Aku diam sejenak lalu menghela nafas panjang.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan?”lirihku kemudian.
“Minta maaflah pada mereka. Kalau bisa cerita kan apa yang kau alami”jawab Ryuu.
“Bagaimana kalau mereka menghindar seperti biasanya?”
“Jangan paksa mereka. Mereka membutuhkan waktu. Biar waktu yang memberi mereka kesadaran”
“Makasih ya. Aku bingung mau konsultasi ke siapa”
“Kenapa tidak ke Vincent??”
“Jadi kau menyesal meneleponku dan membantuku?”sindirku.
“Bukan begitu, ai. Hanya saja kenapa tidak Vincent. Tinggal jawab apa susahnya sih, ai?”
“Sebenarnya sih tadi aku ingin menelepon Vincent, tapi kuurungkan. Sebab aku yakin pasti dia lagi sibuk. Kasihan dia”
“Oh...”komentar Ryuu dengan singkat.
“Oh ya, kamu kok nelepon aku nya pake private number sih?”heranku.
“Nggak kenapa-kenapa. Iseng doang”
“Terus kenapa waktu aku telepon tadi pagi ponselmu tidak aktif”
“Ponselku lagi di charge”
“Oh..”
“Makanya kamu gak usah menghubungiku-biar aku yang menghubungimu”
“Iya”
“LYSM”
“LYT”
Sambungan telepon pun terputus.


Aku berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Sendiri. Sepi. Itu yang kurasakan saat ini. Biasanya pukul segini aku sedang bercakap-cakap dengan dua sahabatku-Leslie dan Naomi.
Aku melihat sekelilingku. Ramai. Ramai akan penjenguk, pasien dan dokter yang berlalu lalang. Mataku terfokuskan pada dua orang wanita yang tengah berjalan sambil asyik berbincang-bincang.
Leslie dan Naomi.
Aku langsung berlari kecil untuk menghampiri mereka.
“Leslie! Naomi!”panggilku.
Leslie dan Naomi menoleh kearahku. Ketika mereka melihat yang memanggil mereka adalah aku mereka langsung berjalan cepat untuk menghindariku.
“Tunggu!”cegahku seraya menarik lengan Leslie dan Naomi.
“Ada apa, Dr. Fujioka?”tanya Leslie dengan formal.
Aku tertegun. Lalu menundukan kepala.
“Tak ada yang mau dibicarakan?? Kalau begitu, saya mau kesana dulu”ucap Leslie dengan tegas lalu pergi melangkah. Sementara itu Naomi hanya memandangi mereka berdua dari belakang Leslie.
“Tu-tunggu!”ujarku seraya menarik lengan Leslie kembali.
“Apa?”tanyanya yang mulai tidak ramah.
“Bisa kita bicara bersama?? Di kafe biasa, jam 3 sore”ucapku. “Kau juga Naomi”tambahku seraya mengalihkan pandanganku ke Naomi sejenak.
“Baiklah. Tapi telat 1 menit saja aku dan Naomi akan langsung pergi”jawab Leslie tanpa menatapku.
“Terima kasih”ujarku kemudian.
Leslie dan Naomi pun berlalu meninggalkanku.
Yess!!


“Maaf”ucapku ketika kami berada di sebuah kafe yang cukup ramai akan pengunjung.
“Aku bukannya tidak menganggap kalian sahabat, tapi...”tambahku.
“Maafkan kami juga ya, Natsuki”sela Leslie kemudian. “Kami sangat sakit hati melihat kau tak mau cerita pada kami, padahal kami selalu cerita apa yang kami alami kepadamu. Tapi sekarang kami sadar bahwa ada sesuatu yang bernama ‘privasi’”sambung Leslie.
“Iya, Natsuki-san. Kami hanya emosi sesaat. Maafkan kami”timpal Naomi.
Aku tersenyum.
“Apa sih yang nggak buat sahabat-sahabatku yang bigos ini?”sahutku.
“Wah rese nih Natsuki! Masa dia ngatain kita Bigos?”canda Leslie.
“Tau nih! Natsuki-san gak tau diri banget! Baru aja di maafin udah ngatain kita lagi”timpal Naomi.

Tiga

Sudah hampir sebulan Vincent tidak ada di sampingku. Umm...maksudku di Amsterdam. Sepi rasanya karena tidak ada lagi yang menejekku nenek sihir atau semacamnya. Yaah.. ku akui aku merindukannya. Sangat.
Ia tidak pernah menghubungiku sama sekali sejak terakhir ia meneleponku dan memberitahukan bahwa dia sedang ada di Stockholm, Swedia. Sekarang yang ada disampingku hanya Ryuu dan Paul. Ya! Ada Ryuu disampingku! Tapi aku tetap saja merasa tidak lengkap bila tidak ada Vincent... Apa aku ini Playgirl?? Entahlah... Tapi satu yang kuketahui...’AKU INGIN BERTEMU VINCENT’
Tu-tunggu, apa maksudnya?? Mengapa aku ingin sekali bertemu dengannya?? Apa aku menyukainya?? Mungkin kah??
Tidak. Lebih tepatnya tidak mungkin. Hanya Ryuu kok yang ada dihatiku saat ini. Dan selamanya hanya akan ada Ryuu. Tidak ada yang lain.
Hhh-tapi aku ingin sekali Vincent menghubungiku. Sekaliiii saja.
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku meraih ponselku yang kusimpan di jas putih yang tak lain dan tak bukan adalah seragamku-jas dokter. kulirik layar ponselku.
Vincent!
“Halo??”sapaku dengan nada malas namun sebenarnya aku sangat senang ia meneleponku.
“Halo juga Natsuki ku sayang. Lagi apa?”sahut Vincent melalui telepon. Nada suaranya sangat ceria. Ah-aku sangat merindukan suaranya.
“Lagi nyantai-nyantai aja di ruang dokter. Lagi kosong. Umm... kamu?”
“Aku lagi break sebentar. Hhh”jawab Vincent lalu mengehela nafas berat.
“Capek?”
“Banget”
“Kasian...”
“Iya ya. Kasian.. Makanya Natsuki ke sini dong, nemenin aku”
“Buat apa??”
“Buat mijitin aku. Hehehe”
“Jadi aku kesana disuruh jadi tukang pijit?”
Vincent tertawa kecil. “Bercanda, ai. Oh ya maaf ya akhir-akhir ini aku gak ngubungin kamu. Padet banget”
“Iya, iya.. Gak pa-pa. Lagian untuk apa kau menghubungiku?? Gak penting juga kali”
“Jahat... Padahal aku kangen banget sama Natsuki. Natsuki nggak ya??”ucap Vincent dengan nada memelas.
“Nggak tuh!”sahutku dengan tegas.
“Gak seru ah!”
Aku terkekeh. “Tapi kangen juga sih. Soalnya gak ada yang manggil aku ‘nenek sihir’”
“Waw, nenek sihir kangen sama kakek berpenyakit schizophrenia gara-gara gak ada yang ngatain nenek nenek sihir ya?? Kasian...”
“Ngomong apa sih kamu?? Aku nggak ngerti”
“Ah Natsuki mah emang bego!”
“Pengen ku bunuh kau?”
“Ya. Coba aja bunuh aku kalau tega mah”
“Kalau tega?”
“Yap!”sahut Vincent. “Kamu gak bakal tega ngebunuh orang seimut aku. Ya, gak bakal tega”sambungnya dengan PD.
Aku tertawa. “Imut??”olokku.
“Yap!”
“Darimana?”
“Nggak dari mana-mana lah!”
“Aaa..aku tau! Kamu imut kalau diliat dari Sena pake sedotan limun!”
“Jahat banget...”
“Hehehe”
Sebenarnya sih kalau boleh jujur Vincent memang imut. Apalagi kalau sedang tersenyum. Aaahh~ membuat hatiku lumer. Mungkin ini juga dipengaruhi faktor orang tuanya yang berbeda bangsa. Eropa+Asia, jadilah Eurossian yang sangat imut. Bahkan Kim Ki Bum dan Rain yang imut itupun kalah. Pokoknya Vincent jauh lebih imut deh.
“Sekalian aja dari galaksi lain”timpal Vincent.
“Yaah gitu aja marah... Dasar cewek!”
“Ja-jadi kamu udah tau ya??”
“Udah tau apa??”bingungku.
“Ng-nggak.. Bukan apa-apa”
Aku mengerutkan keningku. “Maksudmu apaan?”tekanku.
“Bukan apa-apa”
“Hmmm...”gumamku.
“Hhhh...”desah Vincent.
“Kenapa?”
“Kenapa??”
“Ih..kok malah ngikutin?!”
“Ih..kok malah ngikutin?”
“Kamu jelek!”
“Kamu Jelek!”
“Natsuki cantik”
“Hoeeek!”
“Hahaha”aku tertawa. “Kok gak ngikutin sih?”
“Natsuki narsis ih!”
Aku kembali tertawa. “Itu bukan narsis-tapi kenyataan yang tak terelakan. Hahahaha”
“Amit-amit deh punya istri kaya Natsuki”
“Siapa juga yang berminat jadi istri seorang kakek tua yang terjangkit penyakit schizophrenia?”sewotku.
“Banyak kali. Buktinya fans fanatik ku sangat banyak-jutaan jumlahnya. Pasti salah satu diantara mereka mau jadi istriku”bangga Vincent.
“Jadi fans fanatik bukan berarti mau juga jadi istrimu”
“Pasti maulah! Asal kau tau, di twitterku mereka nge-tweet begini ‘Beruntung sekali istri tuan Vincent nanti. Memiliki suami yang sangat imut dan humoris’”
“Tapi aku gak mau jadi istrimu”
“Masa??”
“Yap!”
“Yakin”
“Iya”
“Aku yakin suatu saat nanti kamu akan jadi pengantinku”
“Tapi aku tidak yakin. Sama sekali tidak yakin”
“Kalau aku benar, nanti seusai kita menikah kamu harus nraktir aku makan Yakiniku selama 2 tahun yah? Itu gak boleh pake uangku”
“Iya. Kalau aku benar kau harus menraktirku keliling dunia ok?”
“Gila! Sadis banget!”
“Nggak sanggup nih?”
“Ok, karena aku yakin 100%-aku menyanggupi”
“100%?? Kok bisa??”
“Iya dong! Aku kan punya sixsence”
“Masa?”
“Yap!”
“Mmm...kalau begitu, nanti kalau kita menikah-kita nikah dimana?? Di Belanda atau di Jepang?”
“Kamu mulai tertarik ya??”
“Ng-nggak kok! Cuma sebatas ingin tau seberapa salahkah sixsence mu itu”
“Kita nikahnya di Jepang”
“Terus??”
“Honeymoon di Paris dan punya anak 1”
“Haa??”
“Nanti anak kita cowok”
“Heee??”
“Namanya...”
“Siapa namanya??”
“Umm... Arashi”
“Arashi apa?? Dia pakai margamu kan?? Berarti Arashi van Eldik?”
“Umm...Entahlah...”
“Kok begitu??”
“Ihh kamu mau tau aja deh! Eh inget tuh si Ryuu! Kalian udah pacaran, kan?? Jahat sekali kau tidak memberitahuku”
“Hehehe”Aku terkekeh. “Ryuu ngasih tau kamu??”
“Bisa dibilang begitu”
“Kok??”
“Ah udah deh. Jadi cewek bawel banget sih”
“Jadi kakek menyebalkan banget sih”
“Jelek kamu!”
“Kamu juga!”
“Heh jelek, kamu udah makan belum?”
“Udah, jelek. Kamu sendiri, jelek?”
“Heh jelek! Apa maksudmu?? Aku tidak mengerti maksudmu, jelek”
“Makanya jadi orang jelek jangan bego-bego banget! Sekolah dong, jelek”
“Heh, gini-gini aku tuh lulus dari fakultas kedokteran diumur 18 tahun tau! Sekarang lagi semester terakhir spesialist mata”
“Haah?? Serius kamu?”
“Ya iyalah!”
“Hebat. Ternyata kamu jenius ya!”
“Hehehehe”
“Ngambil spesialist mata dimana?”
“Natsuki gak perlu tau”
“Boong tuh”
“Nanti kalau kita udah nikah-aku tunjukin sertifikatku”
“Ok ok”
Suasana hening sejenak.
“Aku sayang Natsuki”
“Haah??”
Beep..
Sambungan telepon terputus.


Aku menyusuri pelataran rumah sakit tempatku bekerja. Mataku menatap kosong sebuah bangku taman di taman yang letaknya berhadapan dengan Rumah sakit yang bangunannya berdiri dengan mewahnya.
Terdengar suara helikopter dari langit sana. Aku mendongak keatas. Benar kan... Ta-tapi mengapa lambat laun helikopter itu menggapui kebawah?? Apa helikopter itu akan mendarat?? Tapi bodoh sekali pilot itu bila mendarat disini. Meskipun taman disebrang sana cukup luas untuk mendarat. Tapi kan...
“Heh, nenek sihir yang disana! Sini kau!”seru seseorang yang suaranya sangat ku kenali melalui mikrophone.. Nenek sihir... Vincent!
Aku berlari mendekati helikopter itu. kulihat Vincent sedang menggunakan headphone dan tertawa dengan gelinya.
“Ada apa kau kemari?”tanyaku dengan sarkas.
Vincent melepas headphonenya, lalu ia melangkah keluar dari helikopter itu dan berjalan kearahku. Sementara itu orang yang duduk dibelakang Vincent tadi, maju kedepan-ketempat co-pilot dan meraih headphone itu.
“Aku ingin membawamu ke Stockholm”ucap Vincent sambil tersenyum brutal.
“Oh.. Hah?! Apa?!”sontakku.
Sejurus kemudian Vincent membopong tubuhku.
“Lepaskan aku, bodoh!”seruku sambil memukul-mukuli punggung Vincent.
“Nggak akan”sahut Vincent sambil tersenyum kemenangan.
Terang saja ia membawaku masuk kedalam helikopternya. Dan sedetik kemudian helikopter itupun terbang menjauhi daratan.


“Hey! Kamu gak serius dengan ucapanmu itu kan?”tanyaku dengan kesal.
“Kenapa kau buat barikade?? Kau takut denganku?”tanya Vincent seraya menyentuh jas dokter yang aku letakan ditengah-tengah kursi kami.
“Ha-habis kelihatannya kamu marah”
“Ya, aku marah karena kamu jadian dengan Ryuu”
“Hee??”
“Aku sangat kesal kau berhubungan dengan Haizara Ryuu”
“Ah tau lah-aku nggak ngerti. Terus kita mau kemana?”
“Aku akan pergi kemanapun asalkan pergi denganmu. Walau kita pergi ke nereka sekalipun!”jawab Vincent lalu bersandar dibahuku.
“Heh Vincent, apa maksudmu ke neraka??”
Aku merasa ada sesuatu yang panas di bahuku. Pipi Vincent!!
“Vin-Vincent badanmu panas banget!!!”


“How is he??”tanyaku pada seorang dokter pria yang berumur sekitar 50 tahunan.
“He’s okay. But, he needs sleep enough to refuel his stamina. 2-3 days maybe” sahut Dokter itu.
“Oh… Glad to hear that. Thank you so much, Doctor”komentarku sambil menjabat tangan dokter tua itu.
“It’s my pleasure. Huh- I must go now. Good afternoon”balas dokter tua itu sambil membalas jabatan tanganku. Lalu ia merapikan alat-alat kesehatannya seperti stetoskop, tensimeter, termometer dan sebagainya.
“Thanks again and Good afternoon”Dokter itu tersenyum lalu pergi keluar dari apartement sewaan Vincent selama ia di Swedia. Dokter itu diantar oleh seorang pria yang kuketahui sebagai sutradara di film Meine Liebe.
Aku hanya diam menatap Vincent yang sedang terlelap dalam tidurnya. Raut wajahnya menunjukan bahwa ia kelelahan. Hhh-bodoh sekali dia. Shooting sampai kelelahan seperti ini. Tidak memikirkan sama sekali dengan kesehatannya. Bagaimana kalau dia kena thypus?? Dan lebih parahnya lagi bagaimana kalau dia kena heat stroke??? Bisa-bisa kepaanya itu harus dioperasi dan rambutnya yang indah itu pun harus dipangkas habis. Dasar Bodoh!
Aku mengusap kening Vincent-membenarkan rambutnya yang berantakan. Rambutnya basah, mungkin basah oleh keringat yang bercucuran sedari tadi-padahal disini ada AC yang menyala. Keningnya pun masih terasa panas, aku pun meletakan handuk hangat diatas keningnya agar demamnya mereda. Vincent mendesah dan mengerutkan keningnya. Entah apa yang sedang ia mimpikan saat ini.
Aku tertegun. Kehadiranku disini hanya akan membuatnya tambah repot. Aku pun bergegas beranjak dari duduk ku.
“Natsu... Jangan pergi...”lirih Vincent dengan suara parau.
Aku terhenyak. Natsu?? Mengapa dia memanggilku Natsu??
“Hey, bego ku bilang jangan pergi kan?”tambah Vincent.
Aku menoleh.
“Kenapa?? Terharu?? Aku Cuma ngikutin Ryuu”sela Vincent sebelum aku mengatakan apa-apa.
“Siapa yang terharu??”tanyaku dengan nada sinis.
“Kamu!”Vincent mencoba untuk duduk. Namun ia tidak berhasil dan malah memegangi kepalanya. Dengan sigap aku menghampirinya dan menidurkan Vincent kembali.
“Bodoh! Kamu tuh masih sakit. Jangan memaksakan diri!”ucapku dengan kesal.
“Aku harus shooting”
“Kau tau suhu tubuhmu berapa?? 40 derajat!”
“Biarkan saja. Pokoknya aku harus shooting. Ya harus, biar bisa pergi sama kamu”ucap Vincent tidak karuan.
“Haa?? Pergi sama aku??”
“Iya! Aku ingin membawamu keliling Swedia, bahkan kalau shootingnya selesai lebih cepat dari perkiraan, aku ingin mengajakmu keliling Eropa”
“Untuk apa?? Lebih baik kau jaga kesehatanmu dan uangmu itu! jangan dihambur-hamburkan dong”
“Aku gak menghambur-hamburkan uangku kok! Karena aku ingin membuat Natsuki suka padaku”sahut Vincent tambah tidak karuan.
Aku terbelalak.
“Hik!”Vincent cegukan.
“Hey, jangan banyak bergerak. Tidur sana”suruhku seraya membetulkan selimut Vincent yang mulai turun.
“Gak mau! Hik!”
“Bodoh kamu! Tidur”
“Pokoknya aku..Hik! gak ma...”Vincent pun tak sadarkan diri.
Aku tersenyum kecil.
Bodoh...


Vincent membuka kedua matanya. Pandangannya kabur, namun semakin lama semakin jelas pandangannya. Ia meraih handuk hangat yang sudah mendingin itu dari keningnya, lalu ia hempaskan ke lantai. Ia melirik jam kecil yang berada disamping tempat tidurnya.
Sudah pukul 02.00am rupanya. Kira-kira dia bermalam dimana ya?

Vincent melangkah kearah ruang tengah. Terlihat seorang gadis Asia tengah tertidur sambil duduk di sofa kecil yang Vincent sangat yakin bahwa sangat tidak nyaman bila dijadikan tempat tidur. Namun gadis itu terlihat cukup lelap meski ia hanya difasilitasi sebuah bantal, selimut kecil dan tentu saja sofa kecil tersebut.
Vincent menghampiri gadis itu. bulu matanya yang lentik menutupi matanya. Terlihat gurat kelelahan diwajah gadis cantik itu, sehingga Vincent merasa bersalah membawa gadis itu kemari. Apalagi mengharuskan gadis itu untuk merawatnya. Rasanya...
Vincent memiringkan poni gadis itu dengan jemarinya. Gadis itu menggeliat. Ia pun membuka kedua matanya. Vincent melompat kebelakang.
“Vincent?? Udah bangun??”tanya gadis itu lalu menguap kecil.


“Vincent?? Udah bangun??”tanyaku lalu menguap kecil. Cukup pulas aku tertidur. Habis capek sih.
“Iya”jawab Vincent lalu berjalan agak menjauhiku.
Aku menghampirinya. “Mau ke toilet?? Sini aku bantu”
“Hey, jangan tanyakan hal konyol seperti itu padaku”
“Wah ternyata kamu udah kembali normal”
Vincent mencibir mulutnya. “Heh nona bodoh, kenapa kamu tidur di aprtement ku?? Kenapa gak cari hotel lain aja?? Masih mending kalau di sediain kamar atau tempat untuk tidur yang nyaman. Disini kan kamu Cuma disediain sofa kecil, bantal dan selimut kecil”
“Kan kamu sendiri yang memintaku untuk tidak meninggalkanmu”
Vincent tampak terkejut mendengar ucapanku.
“Lagipula, aku ingin sesekali membalas kebaikanmu padaku. Dan... tadi waktu kamu tertidur...aku...”tambahku dengan gugup.
“Kamu kenapa??”
“Aku...”
“Kamu melakukan apa terhadapku??”tanya Vincent dengan berlebihan seraya menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.
“Hey! Jangan berpikiran yang tidak-tidak! Aku hanya...”potongku dengan kesal.
“Hanya apa??”
“Hanya...”
“Hanya apa??”
“Ummm...”
“Jangan-jangan kau mencuri kesempatan untuk menciumku ya??”
“Men-menciummu?? Ih! Amit-amit!”
“Apa kau bilang?!”
“Amit-amit! Cuih!”
“Hey, rese kau ya!”kesal Vincent sambil mengejarku. Aku pun berlari menjauhi Vincent.


“Hey, mau kemana kamu?? Rapi banget?”tanyaku ketika melihat Vincent sangat rapi dan memasang jam di pergelangan tangan kirinya.
“Mau shooting lah!”sahut Vincent yang masih sibuk memasang jam tangannya.
“Kau diberi waktu cuti selama 10 hari”
Vincent menoleh. “Serius?”
“Iya”Aku mulai membaca halaman demi halaman majalah yang tergeletak diatas meja ruang tengah.
“Oh ya Vincent, aku pinjam bajumu ya?? Cuma selama di Swedia kok!”tambahku kemudian.
“Emang kamu gak bawa uang?”
Aku menggeleng. “Hanya cukup buat biaya pulang ke Amsterdam dan membeli makanan”
“Kartu ATM?”
Aku kembali menggeleng.
“Kartu Kredit?”
Lagi-lagi aku menggeleng.
“Bego... Bisa-bisanya gak bawa kartu ATM dan Kredit ke luar negeri”komentar Vincent seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dan meletakan tangannya dikeningnya.
“Mana aku tau kita akan keluar negeri? Tas ku ada di ruang dokter tau!”sewotku.
“Memangnya kau tidak bawa dompet?”
“Dompetku di tas! Aku hanya membawa beberapa uang gulden yang jika ditukarkan ke bank hanya cukup untuk pulang dan makan selama 3 minggu”
“Bego..Dompet gak dibawa kemana-mana”
“Bego.. Ngajak orang keluar negeri tanpa ngomong-ngomong and maksa”sindirku.
“Jadi kamu belum mandi?”
“Belumlah! Aku aja belum mendapat izin darimu”
“Ok, kalau gitu mandi sana terus kita ke departement store untuk membeli pakaianmu selama disini”
“Baiklah. Nanti aku ganti sesampai disana. Thanks ya Vincent!”
“Nggak usah diganti. It was my fault udah cepet mandi sana, terus pake pakaian aku untuk sementara. Lalu sarapan dan baru ke department store, selama kau disini kamu tanggunganku. Jadi pakai uangmu sebaik mungkin”
“Siap!”sahutku sambil memberi hormat padanya.


“Saya pesan Ratatouille satu, dan blue hawaii nya satu. Terus penutupnya heavenly pudding with hazzlenut”ucap Vincent kepada pelayan pria restoran. “Kalau kamu?”Ia mengalihkan pandangannya kepadaku.
“A-aku...”Aku gugup karena makanan di restoran ini mahal sekali! Bukannya aku bermaksud pelit kepada diriku sendiri meskipun aku seorang dokter yang memiliki gaji cukup besar, hanya saja program studyku belum selesai...
“Vincent, kenapa kau memilih restoran yang sangat mahal begini sih?”tanyaku dengan berbisik ditelinga Vincent. “Uangku tak cukup untuk makan 3 minggu bila setiap hari makan di restoran ini”sambungku.
“Udah pesen aja”jawab Vincent dengan tenang.
“Nggak mau. Gila aja kamu, aku mau kuliah gimana?”
“Ini aku yang bayar, ok?”
“Nggak bisa begitu Vincent, kalau harga makanannya murah sih tak apa. Tapi ini kan mahal banget”
“Nggak pa-pa”
“Tapi...”
“Katanya sama”ucap Vincent pada pelayan tua itu.
“Baiklah. Mohon tunggu”Pelayan itu pun berlalu.
“Hey, kenapa kau memesankan aku makanan yang paling mahal?”tanyaku dengan sedikit marah ke Vincent.
“Disini yang paling murah salad, apa kamu mau sarapan hanya dengan salad?”jawab Vincent seraya menegak kopi hitam yang memang telah disediakan dan gratis.
“Yaa setidaknya jangan terlalu mahal. Aku kan jadi gak enak”
“Gak usah dipikirkan Natsuki. Aku gak merasa kerepotan kok!”
Aku hanya memajukan sedikit mulutku.


Setelah sarapan di Restoran mewah itu, kami pergi ke department mall besar di Stockholm. Ia membelikanku banyak sekali pakaian, topi dan asesoris lainnya sehingga aku merasa tak enak padanya. Apalagi dia selalu memilihkan barang yang harganya sangat mahal.
“Apa yang ingin kau lakukan selama disini?”tanya Vincent ketika kami berdua berjalan mengelilingi mall tersebut sambil memakan es krim.
“Pulang aja yuk!”ajakku.
“MAALES!”
“Uh!”
“Emangnya kamu capek banget?”tanyanya setelah kami berdua diam sesaat.
“Nggak sih...”
“Yaudah, ngapain pulang? Gak tau diri banget sih jadi orang, masih mending ditraktir eh abis ditraktir langsung pulang. Kalau pepatah Indonesianya seperti ini’abis manis sepah dibuang’”ucap Vincent sangat lucu karena ia mengucapkan pepatah tesebut dengan menggunakan bahasa Indonesia tetapi memakai logat Amsterdam.
Aku tertawa kecil mendengar ucapannya. Entah kenapa ia malah tersenyum puas melihatku lalu mengalihkan pandangannya ketika aku memergokinya memperhatikan diriku.
“Kau pernah ke Indonesia?”tanyaku membuka pembicaraan lagi.
“Yup! Bandung tak kalah modis dari Perancis”jawabnya.
“Kan Bandung disebut Paris van Java oleh masyarakat Indonesia, jadi pantas saja apabila pakaian mereka modis-modis”
“Pantas, banyak sekali gadis cantik disana”
“Dasar playboy!”olokku.
“Tapi Natsuki the best deh!”bisiknya lalu melangkah agak jauh dariku.
Langkahku terhenti, lalu aku menatap dirinya.
“Ayo, katanya mau pulang”
Aku kembali mencibir mulutku, lalu melangkah mendekatinya.

Beberapa bulan kemudian...
“Yeah! Finally our film is finished!”girang sang sutradara film Meine Liebe disambut dengan tepukan tangan puas dari anggota kru-nya.
Semuanya tampak senang sekali, termasuk Vincent. Sedangkan aku, aku hanya terdiam memandang mereka dari bawah pohon cemara yang sangat besar ini. Mungkin usia pohon ini sudah beratus-ratus tahun.
Vincent menghampiriku lalu ikut duduk batang pohon tua yang terbaring melintang. Ia duduk tepat disampingku.
“Kenapa kau diam saja?”tanya Vincent kemudian.
“Kau tak tau kan bagaimana nasibku nanti di Amsterdam setelah kita semua pulang? Aku bisa-bisa dipecat gara-gara gak masuk selama 3 bulan lebih”jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari kru-kru yang sedang berpesta disana.
“Maafkan aku”
“Mudah bagimu”
Vincent terdiam.
Angin berhembus cukup kencang. Udara diawal musim semi memang masih terasa sangat dingin sehingga memaksaku untuk merapatkan jaket musim semiku. Musim semi di Swedia cukup indah. Pepohonan mulai menampakan pucuk daun hijaunya meski dahannya masih terbalut putih salju. Burung-burung yang bermigrasi kembali pulang. Danau yang membeku pada saat musim dingin, kini tlah mulai mencair. Pemandangan yang tak dapat kulihat di musim panas.
“Aku akan bertanggung jawab”Vincent memecah keheningan.
“Caranya?”tanyaku malas sambil bertopang dagu.
“Aku akan menikahimu dan membiayai hidupmu”
Aku menoleh kearah Vincent secepat kilat. “Ngaco”ucapku kemudian lalu bangkit dari dudukku dan memutuskan untuk berkeliling hutan di tepi danau ini.
“Hehehe kau jangan ngambek dong”Vincentpun mengikutiku dari belakang.
“Ngapain ikut-ikut?”sinisku pada Vincent seraya mempercepat langkahku.
“Kamu marah?”
“Ya”
“Kenapa?”
“Karena kau membuatku dipecat”
Vincent tertawa kecil “Kau itu sedang cuti, Bodoh!”
“Cuti? Gak ada cuti yang sampe 3 bulan gini!”
“Tentu saja ada. Your vacation”
“Ngaco!”
“Kau ingat, selama 3 tahun kau bekerja, kau tak pernah mengambil hak cuti panjang sama sekali”
Aku berpikir sejenak. Benar kata Vincent, aku tak pernah mengambil cuti panjangku. Hanya 2 minggu dalam setahun aku mengambil cuti untuk menjenguk kedua orang tuaku yang berada di Tokyo.
“Tapi tetap saja gak ada yang cuti sampe 3 bulan”sahutku.
“Sok tau. Aku yang mengambilkan cuti untukmu tau selama 4 bulan”
“Gak mungkin”
“Tentu saja mungkin. Kepala rumah sakitmu itu salah satu rekan kerja ayahku. Aku jelaskan padanya tentang tujuanku membawamu ikut ke Swedia untuk menemaniku selama 4 bulan. Awalnya beliau memang tidak setuju, namun begitu melihat kehadiranmu dan menyadari kalau kamu gak pernah ngambil cuti panjang selama bekerja, akhirnya dia mengizinkan. Ini suratnya”terang Vincent seraya mengulurkan sebuah amplop besar berwarna putih kepadaku.
Aku melirik kearah Vincent sejenak lalu meraih amplop putih itu. Kemudian kubuka amplop tersebut lalu kembali melirik kearah Vincent sebelum akhirnya aku membaca betul-betul isi surat tersebut.
Dan benar saja apa yang dikatakan Vincent, di surat itu disebutkan bahwa Direktur Utama dan Kepala Rumah Sakit tempatku bekerja, memberikan cuti selama 4 bulan untukku. Dan juga aku diberi pesangon sebesar 18000 euro yang sudah ditransfer ke rekening bank ku sebagai penghargaan atas jasa-jasaku selama ini. Padahal aku baru bekerja disana selama 3 tahun.
Aku menutup surat itu dan memasukannya kembali kedalam amplopnya. Aku meraih tas selempang kecilku serta membuka retseletingnya, lalu memasukan amplop tersebut kedalamnya dan menutupnya kembali.
“Makasih”Aku tersenyum pada Vincent atas kebaikannya. Ternyata dia tak sebodoh yang kukira.
Vincent tersenyum manis membalas senyumanku “Sama-sama” Vincent pun melihat jam tangannya. “Sudah pukul 5 sore, kita pulang yuk! Terus malemnya kita nonton pesta kembang api. Mau ya?”ajak Vincent lalu kembali melihat kearahku.
Aku berpikir sejenak. Selama ini Vincent slalu baik terhadapku meski aku sering kali mengabaikan kebaikannya. Malah cenderung bertindak menyebalkan. Mungkin inilah saatnya aku balas budi padanya. “Ok”jawabku sambil tersenyum semanis mungkin.
Kulihat wajah Vincent sejenak berubah menjadi merah merona. Ia lalu mengalihkan pandangannya dariku. Aku mengernyitkan dahiku karena heran.
“Ayo pulang!”serunya seraya menarik tangan kananku tanpa melirik sedikitpun padaku.
Hmmm... Kenapa ya?

Setibanya aku di apartement sewaan Vincent untukku selama aku disini, aku langsung mencari remote control pengatur suhu ruangan. Aku menurunkan 1 suhu awal menjadi 20 derajat celcius, lalu aku meletakannya kembali ditempat semula.
Ku hempaskan tubuhku ke sofa empuk berwarna coklat yang berada di ruang tamu. Rasanya lelah sekali...
Beberapa menit berselang, aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari keringat dan debu yang mungkin saja menempel disekujur tubuhku ini.
Berendam dengan air hangat. Nyamannyaa...

Vincent mengajakku makan malam di sebuah restoran Perancis yang sangat mewah di Stockholm. Suasananya sangat mewah dan romantis. Disini hanya ada kami berdua karena Vincent telah membooking restoran ini.
Suara alunan piano terdengar dari panggung yang berada di pojok sana. Piano tersebut mengiri seorang penyanyi cantik berbalut gaun merah menyanyikan lagu ‘My Heart Will Go On’ versi jazz.
Sangat indah...
“Kau senang?”tanya Vincent sambil tersenyum manis kepadaku.
Vincent tampak sangat rupawan mengenakan tuxedo berwarna hitam. Rambutnya ditata acak namun sangat pas untuk dirinya. Sangat keren! Tapi aku yakin pasti lebih keren lagi Ryuu.
Astaga aku lupa menghubungi Ryuu!
Aku menegak champagneku .“Akan lebih senang bila Ryuu yang sedang makan malam denganku”jawabku sekenanya.
“Ryuu?”
“Yup!”
“Kau benar-benar tak bisa melupakan Ryuu?”
“Yup! Dan gara-gara kamu sudah 3 bulan lebih aku tak berhubungan dengan Ryuu”
“Kok bisa?”
“Yaiyalah! Ponselku ada di tasku saat kau menjemputku”kesalku.
“Kenapa kau tidak menghubunginya?”
“Aku tidak punya nomer Ryuu”
“Masa nomer pacar sendiri gak punya?”
“Dia kalau menelponku pake private number”
“Hayo lho! Jangan-jangan dia selingkuh!”
“Ih nggaklah! Ryuu itu setia, gak kaya kamu”
“Kata siapa gak kaya aku?”
“Kata aku”
“Kau salah”
Aku mulai dongkol dengan Vincent. “Uuuh, pokoknya Ryuu bukan tukang selingkuh!”
Vincent terdiam. Matanya yang bening itu menatap penyanyi Jazz yang sedang bernyanyi disana. Lalu ia kembali menoleh kearahku.
“Masa pacaran kita berapa lama lagi?”tanya Vincent kemudian.
“2 bulan lebih. Kenapa gitu?”tanyaku balik.
“Akan aku buat kamu suka padaku”
“Hee?”aku hanya dapat melongo mendengar ucapan Vincent.
Vincent bangkit dari duduknya lalu melangkah kearah panggung dan menyuruh si pianis dan penyanyi itu turun.